Menurutnya, dalam kondisi normal, BRI dapat “menang” dengan skor 3-0, yang berarti likuiditas, kualitas, dan profitabilitas berada dalam kondisi optimal. Namun, dalam situasi penuh ketidakpastian, menjaga keseimbangan menjadi prioritas utama. “Dalam kondisi sulit, cukup menang 2-1, dengan tetap menjaga likuiditas dan kualitas. Meskipun profitabilitas bisa sedikit menurun, yang penting adalah kita tetap bertahan,” tambahnya.
Dengan prinsip tersebut, Sunarso optimistis BRI dapat menjaga momentum pertumbuhan meskipun menghadapi tantangan eksternal maupun internal. Sebagai bagian dari strategi menjaga keberlanjutan operasional, Sunarso menyoroti pentingnya kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR). Saat ini, CAR BRI tercatat lebih dari 26%, jauh di atas threshold Basel III. Padahal, menurutnya, BRI hanya membutuhkan CAR sebesar 17,5% untuk meng-cover risiko sesuai ketentuan.
“Dengan CAR 26%, itu berarti kami memiliki ruang lebih dari 7% untuk penggunaan modal. Ini menunjukkan bahwa selama lima tahun ke depan, berapa pun laba yang dihasilkan, BRI tidak perlu menahan laba untuk memperkuat modal, dan berapapun laba BRI memang harus dibagi,” jelasnya.
Selain itu, BRI terus menjaga kualitas aset dengan mengelola portofolio kredit secara hati-hati serta mengantisipasi potensi penurunan kualitas dengan menyediakan pencadangan yang memadai. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bisnis BRI tetap berkelanjutan dalam jangka panjang.
Dengan strategi yang matang dan kesiapan menghadapi berbagai skenario, BRI optimistis dapat terus memberikan nilai tambah bagi pemegang saham serta mempertahankan posisinya sebagai pilar utama perbankan nasional. (edo)