SuarA: Nurul Ilmi Idrus
Di tengah hiruk pikuk makan gratis (untuk menunaikan janji kampanye Pilpres) dan pemotongan anggaran yang tidak tanggung-tanggung demi efisiensi dan menimbulkan perdebatan tak berujung karena berdampak pada banyak hal, muncul gerakan-gerakan protes, baik di dunia maya, maupun di dunia nyata. Mari sejenak melipir menyambut bulan Ramadan yang penuh keberkahan.
Salah satu tanda bahwa Ramadan semakin mendekat adalah jeritan ibu-ibu karena harga-harga di pasar meningkat. Jelang Ramadan seperti biasanya ada yang menyambutnya dengan berbagai kekhawatiran karena tidak bisa makan dan minum di siang hari (padahal puasa bukan sekedar menahan lapar dan haus, tapi juga menahan diri agar tidak bengong di depan kulkas dan seni menahan diri dari ngemil), ada yang biasa-biasa saja (karena meskipun Ramadan istimewa, berpuasa adalah bagian dari kesehariannya), ada sibuk membayar utang puasa tahun sebelumnya (karena beragam halangan), namun ada pula yang gegap gempita (karena Allah masih memberikan kesempatan hidup hingga kembali dapat berpuasa di bulan Ramadan, bulan penuh keistimewaan).
Biasanya yang ramai menyambut Ramadan adalah ibu-ibu yang mempersiapkan pernak-pernik Ramadan, terutama yang berkaitan dengan makanan karena salah satu keistimewaan Ramadan adalah penganan yang disajikan. Di bulan Ramadan, ini terdiri atas makanan pembuka (karena kita disunnahkan untuk makan yang manis-manis termasuk kurma), makanan utama (nasi dan beragam lauknya), dan makanan penutup (biasanya es buah) yang tidak selalu demikian di luar Ramadan. Bahan-bahan untuk makanan dan minuman Ramadan yang seakan wajib adalah kurma, es buah, es pisang ijo, es cendol, berbagai jenis kolak, dll. Berpuasa itu bagai pertempuran antara nafsu makan dan niat beribadah dimana perut menjadi medan perang. Namun, saat berpuasa semua jenis makanan di sekitar kita tiba-tiba seperti pesawat luar angkasa yang sulit dijangkau.