English English Indonesian Indonesian
oleh

Menyikapi Kontroversi Kebijakan Efisiensi Anggaran

Oleh: Marsuki
Guru Besar FEB Unhas

HARIAN.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Pertengahan awal 2025, pemerintah baru mengeluarkan kebijakan yang menuai kontroversi cukup hangat di publik dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang kebijakan penghematan anggaran dalam pelaksanaan APBN dan APBD.

Pemerintah menganggap kebijakan tersebut merupakan langkah strategis dalam menghadapi kesulitan dalam menyeimbangkan APBN/APBD, antara pendapatan dengan target belanja yang semakin besar dalam rangka implementasi Program Asta Cita yang merupakan Visi-Misi Pembangunan Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk memajukan dan mensejahterakan masyarakat dan bangsa menuju Indonesia Emas 2045. Guna mewujudkan target kebijakan tersebut dilakukan dengan pendekatan sinergitas dan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.

UU APBN tahun 2025 telah disyahkan menjelang pemerintahan baru dilantik. Target pendapatan negara mencapai Rp 3.005,1 triliun. Sedangkan Belanja Negara sebesar Rp3.621,3 triliun. Dialokasi untuk Belanja Pemerintah Pusat Rp2.701,4 triliun, termasuk Belanja Non-KL Rp1.541,4 triliun, dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), Rp919,9 triliun. Sehingga ditarget, tahun 2025 defisit APBN, 2,53 persen dari PDB atau Rp 616,2 triliun. Tapi kemudian defisit diperkirakan meningkat menjadi 2,9 persen atau sekitar Rp 800 triliun.

Rupanya pemerintahan baru menyadari, rencana tersebut akan sulit direalisasi akibat tren perkembangan ketidakpastian geopolitik global terus berlangsung, terutama meningkatnya perang dagang AS dengan Tiongkok yang melibatkan negara lain dengan terpilihnya presiden baru AS, Donald Trump.

News Feed