Sehingga, apa peran penting karya Pram dalam perjalanan pembentukan karakter bangsa?
Patut diakui karya-karya Pram membentuk karakter, pemikiran, identitas bangsa hingga hari ini. Dalam bukunya tetralogi pulau buru mengukuhkan kemampuan dan kekuatan Pram sebagai seorang yang sangat lihai bercerita dan kemampuan dalam bernarasi. Pada buku bumi manusia sangat jelas karakter yang dituliskan semuanya sangat kuat dan terasa. Minke sebagai tokoh utama, Nyai Ontosoroh, Jain Marais dan tokoh lainnya seperti Annelis, Robert Surhorf, Robert Mellema dan Darsam jelas memiliki sifat dan karakter yang berbeda tapi khas masing-masing.
Minke misalkan dipandang sebagai anak muda yang kagum pada ilmu pengetahuan dan kemajuan. Rasa ingin tahu yang besar, juga sebagai seorang penulis dan jurnalis. Kehadirannya dalam cerita “Bumi Manusia” ini sangat penting sebagai potret bangsa dan perjalanannya kala itu bahwa ada satu jenis anak muda yang mengimpikan sebuah kebebasan manusia penuh keadilan.
Sungguh karya Pram begitu sangat asik menjadi sebuah bacaan, selain mengalir, kekuatan cerita dan rasa bahasanya amat mudah untuk dipahami.
Tapi, paling terpenting karya ini memotret dan menjadi cerminan zaman, suara zaman. Keresahan tokoh pada lingkungan sekitar, perhatian Minke pada kemajuan dan ilmu pengetahuan serta keterlibatan Minke memperjuangkan hak-hak melalui karya tulis.
Apa karya Pram bisa menjadi inspirasi bersama hari ini dalam melihat realitas sosial?
Saya pikir karya Pram selain menjadi penanda zaman, sejarah perjalanan bangsa dan potret penting manusia Indonesia. Ini menjadi gambaran pada kita semua bahwa atmosfer, ekosistem dan suasana belajar pada tahun 90an kala itu begitu sangat kuat.
Karya monumental dan terbaik yang sampai hari ini masih kita baca itu tidak lepas dari intensitas Pram dan pergulatannya pada situasi saat itu. Sungguh Pram memberi perhatian tentang bangsa dan kemanusiaan. Kualitas karya terbaik ini melalui perjalanan yang hebat pula, kita tentu tahu bagaimana buku ini pernah dilarang untuk diedarkan, beragam tafsir yang muncul, sebab isinya dianggap “propaganda”. Membahayakan rezim kala itu. Tapi, begitu kuatnya tekanan rezim pada penulis kala itu namun tetap lahir karya-karya terbaik seperti halnya karya Pram.