English English Indonesian Indonesian
oleh

In Memoriam Prof Jujun: Terima Kasih atas Segala Warisanmu

Oleh: Hafid Abbas / Profesor Tamu di Asia Center, Harvard University 2006

Pagi ini, saya dikejutkan dengan berita di WAG UNJ yang menyatakan bahwa Prof Jujun S Suriasumantri telah berpulang tadi malam pada jam 20:15 WIB (6 Februari 2025) di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta. Jujun lahir di Tasikmalaya pada 9 April 1940. 

Saya turut berduka cita atas kepergian Jujun. Sebagai salah seorang mahasiswanya pada matakuliah Filsafat Ilmu di Program Pascasarjana IKIP Jakarta pada 1986, banyak kenangan indah yang tidak terlupakan dalam menimba ilmu dan  berinteraksi dengan beliau dalam kehidupan akademik dalam rentang waktu panjang.  

Selain sebagai mahasiswanya, kedekatan saya dengan Jujun terjalin dalam beragam hal. Pertama, setelah kembali mengikuti pendidikan postdoctoral di Syracuse University, New York, pada 1991, oleh Prof Conny R Semiawan, Rektor IKIP Jakarta di kala itu, mengangkat saya sebagai Kapus Pembelajaran dan Pengembangan Kurikulum untuk membantu Jujun sebagai Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) IKIP Jakarta. 

Ketika bersama Jujun, saya dua kali mendapatkan dana Hibah Penelitian Bersaing yang multiyear dari Dikti. Saya juga pernah diberi kepercayaan oleh Dikti sebagai salah seorang anggota Tim Penilai taraf kelayakan satu usulan penelitian dari dosen PTN dan PTS seluruh Indonesia untuk mendapatkan dana Dikti, khusus untuk rumpun Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora. 

Kebersamaan dengan Jujun di LP2M berakhir ketika pada Juli 1997, saya diangkat sebagai Pembantu Rektor Bidang Akademik IKIP Jakarta pada era kepemimpinan Prof Sutjipto. 

Kedua, meski tidak lagi bersama dengan Jujun di LP2M, saya tetap berkomunikasi dengan beliau tentang kebijakan akademik yang pernah beliau emban ketika sebagai Pembantu Rektor di era kepemimpinan Conny. 

Interaksi dengan Jujun baru terhenti setelah saya diberi amanah oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Deputi Menteri di Kementerian Negara Urusan HAM pada 1999 yang kemudian berlanjut ketika kementerian HAM ini diintegrasikan ke Kementerian Kehakiman pada 2000 yang oleh Presiden saya dipercaya sebagai Dirjen Perlindungan HAM sebagai representasi Kementerian HAM di Kementerian Kehakiman dan HAM. Kepercayaan ini terus berlanjut ke era Presiden Megawati, Presiden Yudhoyono, dan terakhir pada era Presiden Joko Widodo sebagai Komisioner/Ketua Komnas HAM RI ke-8 (2012-2017). Setelah hampir dua dekade, pada Januari 2018, saya kembali lagi ke alma mater saya UNJ sebagai Guru Besar Tetap.  

Namun suatu hari, ketika masih di urusan HAM, saya mendapat telepon dari Jujun yang menyampaikan nasehat singkat, “Hafid, you have to be more diplomatic.” Mungkin beliau khawatir jika saya akan berbenturan dengan banyak pihak dalam urusan HAM, terutama dalam penanganan konflik sosial dan penggusuran. 

Saya memahami nasehat beliau yang penuh “cinta”, namun dalam urusan hukum dan HAM yang ada  hanya “Hitam atau Putih.” Namun, saya juga ingat satu tuturan Jujun suatu hari bahwa ilmuwan itu seperti cowboy, berani berdiri tegak dengan toga keilmuannya menyampaikan kebenaran. 

Demikianlah beragam kenangan indah bersama Jujun dalam lintasan waktu tiga-empat dekade silam. 

Perjalanan Pengabdian dan Warisan Jujun

Dari berbagai sumber, Jujun terlihat telah menjalani karier keilmuannya yang penuh warna. Beliau pernah berkarier sebagai dosen IPB (1970-1980); peneliti di Balitbang  Dikbud (1975-1980); dosen Lemhanas, Seskoal; Ketua Program Doktor, Pembantu Rektor (1984-1989), dan Ketua LP2M (1990-1996), dan dosen Pascasarjana IKIP Jakarta (1980 hingga purnabakti). 

Jujun juga aktif di berbagai organisasi keilmuan, seperti: Phi Delta Kappa; The Institute of Management Science; Operational Research Society of America; International Society of Educational Planners; dan Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial

Jujun adalah salah seorang ilmuwan terkemuka Indonesia pada masanya. Khusus untuk pendidikan dan filsafat ilmu, serta pemikirannya mengenai berbagai aspek terkait dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan, dapat diakses di publikasi berikut.

System Thinking (1981). Buku ini membahas pemikiran sistem yang menekankan pentingnya melihat suatu fenomena secara keseluruhan dan bukan hanya bagian-bagiannya. Pendekatan ini diperlukan dalam mengembangkan cara berpikir yang holistik dalam menghadapi masalah yang kompleks, baik dalam konteks pendidikan maupun berbagai bidang lain.

Planning-Programming Budgeting System/PPBS (1984). Buku ini memberikan wawasan mengenai metode  PPBS, sebuah teknik manajerial yang digunakan untuk merencanakan, memprogram, dan mengelola anggaran secara efisien dalam organisasi atau lembaga, termasuk lembaga pendidikan. 

Filsafat Ilmu (1984). Buku ini membahas berbagai aliran dan pandangan dalam filsafat ilmu, serta memberikan pemahaman yang lebih utuh tentang bagaimana ilmu berkembang dan bagaimana perspektif filsafat mempengaruhi cara kita memahami ilmu. 

Ilmu dalam Perspektif (1978). Karya ini menjelaskan berbagai pandangan filosofis tentang ilmu dan bagaimana ilmu diterima serta dipahami dalam berbagai kebudayaan dan tradisi intelektual.

Membudayakan Berpikir Ilmiah (1980). Buku ini mengantar pembaca mengembangkan berpikir ilmiah yang kritis dan sistematis dalam memecahkan masalah.

Lewat karya-karyanya, Jujun telah menunjukkan pemikirannya yang mendalam mengenai filosofi ilmu pengetahuan dan urgensinya pada pengelolaan pendidikan yang begitu rumit dan dinamis baik berdimensi lokal, nasional, regional maupun global. 

Tradisi Harvard University di UNJ

Sebagai dosen muda IPB (1969-1971), dengan beasiswa UNESCO, Jujun meneruskan kuliahnya di Harvard University hingga ke jenjang doktoral (1971-1975). Selama di Harvard, ia pernah diangkat sebagai Teaching Assistant (1972),  dan Research Assistant (1973), dan pada 1975, beliau menyelesaikan studi doktoralnya pada bidang Perencanaan Pendidikan. 

Perjuangan akademik Jujun di Harvard sebagai universitas terkemuka di dunia dalam rentang waktu yang panjang, tentu amat membekas pada dirinya. Di Harvard mahasiswa telah dibekali beragam kompetensi utama (core competences) yang mendukung kesuksesannya kelak seperti: 

Kemampuan Menulis. Mahasiswa diwajibkan mengembangkan keterampilan menulis karya ilmiah tidak hanya untuk menyusun disertasi, tetapi juga untuk mempublikasikannya pada jurnal ilmiah dan media yang teruji. Keterampilan menulis yang baik memungkinkan mahasiswa untuk mengkomunikasikan ide dan temuan risetnya dengan jelas dan terstruktur.

Kemampuan Meneliti. Penelitian adalah inti dari program doktor di Harvard. Mahasiswa dilatih dalam metodologi dan teknik penelitian yang relevan dengan bidang studinya baik metode penelitian kualitatif maupun kuantitatif. 

Filsafat Ilmu. Pada program doctor, khususnya pada ilmu-ilmu sosial dan  humaniora, mahasiswa diberikan pemahaman tentang filsafat ilmu yang membahas pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai pengetahuan, metodologi, etika, dan sifat dari penyelidikan ilmiah. Ini diperlukan untuk membantu mahasiswa secara kritis menempatkan penelitiannya dalam konteks yang lebih luas baik secara mono, multi, inter, dan transdisiplin ilmu. 

Statistika dan Analisis Kuantitatif. Mahasiswa program doktor diharapkan menguasai statistika dan metode penelitian kuantitatif, seperti analisis statistik, pemodelan data, desain eksperimen, serta penggunaan perangkat lunak statistik, untuk menganalisis dan menginterpretasikan hasil penelitiannya dengan tepat.

Selain kompetensi-kompetensi inti ini, mahasiswa program doktor di Harvard juga diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan profesional lainnya, seperti kemampuan presentasi, membangun international intellectual networks yang diperlukan dalam pengembangan kariernya kelak. 

Meski di Harvard memiliki kurikulum yang berbeda-beda sesuai dengan bidang studinya, namun kompetensi penulisan, penelitian, filsafat ilmu, dan statistika adalah fondasi penting di hampir semua program studi. 

Selama era kepemimpinan Jujun di IKIP Jakarta, keempat kompetensi dasar itu terlihat telah menjadi bagian utama pengembangan kebijakannya yang dituangkan dalam satu panduan yang disebut oleh mahasiswa “Buku Merah”. Kompetensi-kompetensi itu dapat melebarkan sayap mahasiswa untuk kelak bagai burung Elang yang berani terbang tinggi meski sendiri. 

Selain itu, di era kepemimpinan Jujun di Pascasarjana UNJ, seorang mahasiswa program magister (S2) apabila selama dua semester mencapai indeks prestasi kumulatif (IPK) di atas 3,6 (A-), diberi kesempatan untuk ditransfer ke program doktor (S3) tanpa menyelesaikan studi program magisternya terlebih dahulu. Pada masa itu juga, mahasiswa S3 mendapatkan perkuliahan dari sejumlah dosen tamu dari berbagai universitas terkemuka di AS, Australia dan negara lainnya. Khusus untuk program doktor bidang Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH), angkatan 1986/1987, mendapatkan kuliah dari tiga orang profesor asal AS, yakni dari New York University, Georgetown University, dan Albany State University.

Satu lagi kenangan indah di masa itu, di era kepemimpinan Conny dan Jujun, sebagai mahasiswa seringkali saya mengikuti kuliah tamu dari berbagai tokoh, seperti dari Rektor Universias PBB, Soedjatmoko, Asisten Direktur Jenderal UNESCO, Makaminan Makagiansar, Emil Salim, (Menteri Lingkungan Hidup), Munawir Sjadzali (Menteri Agama), dsb.  

Kelihatannya pantas jika pada masa itu, IKIP Jakarta pernah dipercaya sebagai salah satu Perguruan Tinggi Pembina di tanah air. 

Akhirnya, selamat jalan guruku, terima kasih atas segala warisanmu. Sungguh satu karunia, saya masih bisa ikut menyalatimu dan mengangkat jazadmu ke Ambulans menuju Masjid At-Tarbiyah sebelum dimakamkan di tempat peristirahatanmu yang terakhir di Tanah Kusir.  

News Feed