Keempat, mendorong diaspora kader. Kaderisasi sangat penting, baik untuk amal usaha maupun persyarikatan. “Kita tidak boleh merasa terancam dengan kader-kader muda yang lebih cerdas dan maju. Justru kita harus mendukung mereka. Di kampus, dorong dosen-dosen muda untuk studi lanjut. Jika perlu, biayai studi mereka, terutama untuk ke luar negeri. Jangan sampai kader kita hanya menjadi jago kandang di lingkungan kecilnya sendiri,” pesan Haedar.
Kelima, meningkatkan peran dalam sains dan teknologi. Presiden Prabowo sangat percaya kepada Muhammadiyah karena kita adalah gudangnya para saintis. “Sebelum beliau dilantik, saya sempat berbicara dengannya di Jogja, dan beliau menaruh harapan besar terhadap Muhammadiyah dalam bidang sains dan teknologi,” ujar Haedar.
Maka, di PTMA (Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah), sains dan teknologi harus ditingkatkan. “Kita tidak boleh hanya fokus pada bidang sosial dan keislaman, tetapi juga harus unggul dalam bidang-bidang strategis lainnya,” tambahnya.
Kualitas pendidikan Indonesia, kata Haedar, masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. “Human Development Index kita masih di bawah standar. Jangan menganggap orang Indonesia itu semuanya pintar. Faktanya, indeks IQ kita masih berada di kisaran 78–85, lebih rendah dibanding negara-negara maju,” ujarnya.
Ceramah yang berlangsung di Unismuh Makassar ini dihadiri oleh jajaran Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel dan Pimpinan Unismuh Makassar. Haedar berharap bahwa Muhammadiyah Sulsel tetap menjadi pusat kaderisasi dan inovasi dalam berbagai bidang.(wis)