MAKASSAR, FAJAR – Rencana pelantikan kepala daerah nonsengketa pada 6 Februari mendatang dipastikan batal. Pemerintah menunggu putusan dismissal.
Merujuk data MK, ada 310 perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP-kada) yang diperiksa. Rencananya, putusan dismissal itu dibacakan dalam dua hari, yakni Selasa-Rabu, 4-5 Februari 2025.
Perinciannya, 158 putusan dibacakan pada Selasa. Sedangkan sisanya, yakni 152 perkara, dibacakan Rabu.
Putusan dismissal memuat lanjut atau tidaknya gugatan pilkada yang diajukan pemohon.
Permohonan sengketa itu telah diperiksa oleh majelis hakim konstitusi sejak 8 Januari lalu. Pemeriksaan yang dibagi dalam tiga panel hakim tersebut baru tuntas pada Jumat, 31 Januari.
Sesuai Peraturan MK (PMK) Nomor 1 Tahun 2025, perkara perselisihan hasil pilkada yang telah diperiksa akan memasuki tahap pembahasan dalam rapat permusyawaratan hakim. Rapat itu menjadi acuan apakah perkara akan dilanjutkan ke tahap pembuktian atau dihentikan (dismissal).
Untuk perkara yang lanjut ke tahap pembuktian, MK akan menggelar sidang pemeriksaan lanjutan pada 7–17 Februari. Di tahap tersebut, masing-masing pihak akan diberi kesempatan mengajukan saksi atau ahli.
Perinciannya, maksimal enam saksi atau ahli untuk perkara sengketa pilgub dan empat orang untuk pilbup atau pilwali.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan keputusan mengundur jadwal pelantikan kepala daerah nonsengketa dilakukan setelah pihaknya menerima masukan dari berbagai pihak. Salah satu alasannya adalah untuk memperbanyak kepala daerah yang dilantik secara serentak.
”Kita secepat mungkin lakukan pelantikan yang lebih besar,” kata Tito dilansir Jawa Pos (grup FAJAR), kemarin.
Sejauh ini, belum ada kepastian kapan pelantikan kepala daerah serentak itu dilakukan. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan menggelar rapat dengan Komisi II DPR hari ini terkait dengan waktu pelantikan tersebut.
Di sisi lain, peneliti Themis Indonesia, Ibnu Syamsu Hidayat, menyatakan keputusan menunda pelantikan kepala daerah nonsengketa sudah tepat. Ibnu lantas meminta pelantikan tersebut digelar setelah seluruh tahapan sengketa hasil pilkada di MK tuntas.
”Agar pelantikan kepala daerah benar-benar digelar serentak,” ungkapnya.
Keserentakan pilkada memang harus dimaknai sampai pelantikan. Bukan sebatas pencoblosan. Hal tersebut selaras dengan makna keserentakan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 27/PUU-XXII/2024 atas pengujian UU Nomor 10/2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1/2014 tentang Pilkada.
”Kalau pelantikan tidak diserentakkan, nanti memengaruhi pilkada serentak berikutnya,” kata Ibnu.
Soal implikasi penundaan pelantikan karena menunggu seluruh tahapan sengketa tuntas, Ibnu menyebut pemerintah semestinya tidak perlu khawatir. ”Karena masih bisa diisi oleh penjabat kepala daerah,” terangnya. (tyo/c6/oni/jpg/zuk)