English English Indonesian Indonesian
oleh

Ingin Hidup Seribu Tahun: Mengenang Kiprah Mendiang HM Alwi Hamu di Dunia Pendidikan

Sekadar mengingatkan kampus NIBF kala itu berlokasi di Jalan Nusantara dekat bundaran Jalan Slamet Ryadi. Ketika izinnya terbit dengan nama STIE Nusantara timbullah masalah. Seluruh mahasiswa yang ketika itu berjumlah sekira 180-an menolak nama tersebut. Menuntut tetap harus menggunakan nama Nitro. Unjuk rasa mahasiswa terus berlangsung hingga mengarah ke anarkis. Menuntut manajemen mempertahankan nama Nitro. Direktur NIBF kala itu bapak Sjarlis Ilyas, M.Ec.Ak. (alm) mencari jalan keluar. Kebetulan sekali, Pak Gazhfan dengan Pak Alwi saling mengenal karena sama-sama pernah menjadi pengurus di klub sepak bola Makassar Utama.

Pikirkan nasib mahasiswa

Awalnya Pak Alwi menolak mengambil alih NIBF dengan alasan belum memiliki pengalaman mengelola Perguruan Tinggi. Juga karena kesibukannya mengurus berbagai organisasi. Apalagi saat itu Fajar sedang mengalami pertumbuhan yang sangat baik. Bahkan Pak Alwi membidani banyak media di bawah Jawa Pos di seluruh Indonesia.

Pak Gazhfan tidak berhenti. Dia meminta Husni Djamaluddin (alm), budayawan senior yang juga sahabat yang sangat dihormati oleh Pak Alwi untuk membujuknya. Benar juga, Pak Husni Jamaluddin mengenal betul Pak Alwi yang tidak bisa melihat sejumlah mahasiswa akan putus studi jika NIBF tidak dilanjutkan. Padahal saat itu 180-an mahasiswa sudah memasuki tahun ketiga. Tahun terakhir untuk program BBA in Banking. Pak Alwi akhirnya luluh juga. Tak ingin melihat mahasiswa tersebut putus studi, beliau menyatakan bersedia. Namun akan meminta restu terlebih dahulu dari Bapak HM Jusuf Kalla. Pak JK ternyata memberi restu untuk mengelola NIBF.

News Feed