Jika terbukti, tindakan ini menjadi pelanggaran serius karena ruang laut tidak seharusnya dialihfungsikan menjadi kawasan daratan untuk kepentingan pribadi atau komersial tanpa melalui mekanisme perizinan yang ketat.
Aktivitas reklamasi yang direncanakan oleh pemilik sertifikat juga berpotensi melanggar ketentuan zonasi dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang menjadi acuan pengelolaan ruang laut di tingkat provinsi yang telah dilebur pada Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan.
Dugaan awal menyebut bahwa penerbitan sertifikat ini merupakan langkah awal untuk melakukan penimbunan laut guna menciptakan daratan baru. Jika reklamasi ini terjadi, ruang laut yang menjadi milik publik berpotensi berubah menjadi area privat. Sehingga, menutup akses masyarakat pesisir, khususnya nelayan, terhadap sumber daya alam laut.
“Langkah reklamasi ini, jika tidak sesuai aturan, adalah bentuk privatisasi ruang publik yang akan merusak ekosistem dan memarjinalkan masyarakat pesisir. Pemerintah Provinsi harus segera bertindak tegas,” ujar Andi Januar, Senin, 27 Januari.
Januar lalu menjelaskan tentang Ketentuan Hukum tentang Sempadan Pantai dan Ruang Laut. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016, sempadan pantai memiliki fungsi ekologis penting dan harus dilindungi. Kawasan ini tidak boleh dimanfaatkan untuk kegiatan komersial yang dapat merusak lingkungan.
Selain itu, ruang laut hingga 12 mil dari garis pantai adalah wilayah yang diatur dan diawasi oleh pemerintah provinsi sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014.