English English Indonesian Indonesian
oleh

Aktivis Minta Audit SHGB dan Hentikan Privatisasi Kawasan Laut

FAJAR, MAKASSAR — Kavling laut dengan penerbitan SHGB menodai hak publik. Itu dinilai sebagai tindakan privatisasi kawasan laut.

Terbitnya SHGB milik Dillah Group di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, pada tahun 2015 diduga melawan aturan. Apalagi sudah ada aktivitas kavling serupa pematang sawah sebelum SHGB tersebut terbit.

SHGB seyogianya diperuntukkan bagi kawasan tanah. Meskipun dari penjelasan BPN Kota Makassar, bahwa bentuk pematang atau Polygon tertutup (mirip empang) jika perizinannya lengkap, sertifikat tetap bisa dapat diterbitkan.

Sedangkan, Perda RTRW Provinsi Sulsel yang menetapkan bahwa kawasan tersebut sebagai wilayah daratan (bukan laut) baru terbit pada tahun 2022. Sehingga, semua aktivitas penimbunan di kawasan tersebut sebelum Perda terbit telah melanggar aturan tata ruang. Terlebih, jika tidak ada izin reklamasi yang diajukan untuk menimbun di kawasan laut.

Penerbitan SHGB di ruang laut pesisir selatan Kota Makassar tersebut dapat memicu polemik serius. Ini menjadi sorotan karena lokasi tanah yang dimaksud berada di wilayah perairan.

Langkah ini dinilai melanggar ketentuan tata ruang. Bahkan, membuka peluang privatisasi ruang laut melalui aktivitas reklamasi yang direncanakan oleh pemegang sertifikat.

Aktivis Bahari Andi Januar Jaury Dharwis menduga ada pelanggaran regulasi yang terjadi atas terbitnya SHGB tersebut. Menurut ia, penerbitan sertifikat tanah oleh ATR/BPN harus memperhatikan kesesuaian tata ruang wilayah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.

News Feed