English English Indonesian Indonesian
oleh

Polisi Selidiki Kasus Pembabatan Hutan Mangrove di Maros, Pertanyakan Terbitnya Sertifikat Hak Milik

FAJAR, MAROS — Dugaan pengerusakan kawasan Mangrove di wilayah Pantai Kuri Caddi Desa Nisombalia Kecamatan Marusu Kabupaten Maros tengah dalam penyidikan Kepolisian Resort (Polres) Maros.

Polisi menduga ada sekitar 6 hektare kawasan mangrove jenis api-api ditemukan rusak akibat pembabatan dengan gergaji mesin.

Bahkan ironisnya lagi, Kawasan Mangrove itu memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas nama AM selaku terlapor.

Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Aditya Pandu mengatakan berdasarkan penghitungan kerusakan lingkungan, ditemukan kurang lebih 6 hektar yang telah dilakukan pengerusakan.

“Jadi dugaan pengerusakan mangrove ini dilakukan dengan cara dipotong menggunakan gergaji mesin. Padahal kawasan mangrove api-api ini merupakan tanaman dilindungi,” katanya.

Kasus ini, kata Pandu, sudah dinaikkan ke tahap penyidikan sejak November 2024 lalu setelah dilakukan proses pemeriksaan kurang lebih dua bulan.

Kawasan mangrove itu kata dia, telah menjadi lahan terbuka.

Dia juga menyebut kalau Unit Tipidter Satreskrim Polres Maros telah mengambil keterangan dan turun bersama saksi ahli ke lokasi.

“Penyidik telah melakukan pemeriksaan dan turun survei lokasi bersama dengan ahli lingkungan hidup,” ungkapnya.

Pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan terhadap seorang warga berinsial AM yang merupakan terlapor sekaligus pembabat kawasan mangrove api-api tersebut.

Dalam proses pemeriksaan itu, kata dia, AM mengakui perbuatannya itu. Bahkan dia berencana menjadikan lokasinya ini sebagai tempat tambak ikan.

“Terlapornya inisial AM yang mana bersangkutan merupakan warga sekitar lokasi. Berdasarkan keterangan dari terlapor ini yang bersangkutan ingin membuka tambak ikan,” jelas mantan Kasat Reskrim Polres Wajo ini.

Lebih lanjut kata dia, dari informasi yang dihimpun, AM ini memiliki sertifikat hak milik (SHM) di lahan ekosistem lindung mangrove seluas 6 hektar di Kabupaten Maros.

Pihak kepolisian tengah mendalami terkait penerbitan SHM di ekosistem dilindungi tersebut.

“Setelah kami kumpulkan informasi, diketahui terlapor ini telah mengantongi sertifikat hak milik. Ini juga sementara kami dalami perisitiwa penerbitan hak milik di atas tanaman mangrove,” katanya.

Dia menyebutkan, tanaman mangrove jenis api-api tersebut telah ditetapkan sebagai ekosistem lindung dan tidak bukanlah lahan garapan.

“Memang diketahui tanaman mangrove ini sudah ada lama sebelum SHM ini ada tidak mungkin mangrove dikelola garapan yang mana diketahui itu adalah tanaman yang dilindungi,” ungkapnya.

Sedangkan Kanit Tipidter Polres Maros Iptu Wawan menyebutkan dalam melakukan aksinya, modus dari pelaku itu dengan cara membabat mangrove api-api untuk dijadikan lahan tambak ikan.

“Modusnya membabat dulu baru dijadikan empang pada saat itu dibabat belum sempat dijadikan empang tapi sudah ada petak-petaknya tapi belum sempat karena langsung kami proses di tahun 2024,” katanya.

Penetapan kawasan Kuri Caddi sebagai ekosistem lindung mangrove pada tahun 2012. Dengan penetapan tersebut ada beberapa aturan yang diketahui yang harus dipatuhi oleh warga.

“Ditetapkan ekosistem lindung mangrove jadi ada kegiatan dibolehkan dan tidak dibolehkan kalau dilakukan tidak dibolehkan itu melanggar aturan aturan dan ada pidananya,” jelasnya.

Dalam pemeriksaan saksi ahli oleh pihak penyidik, Wawan membeberkan bahwa aturan yang dilarang termasuk merusak ekosistem mangrove.

“Kegiatan yang dapat mengubah mencemari atau merusak ekosistem mangrove mengakibatkan perubahan fungsi ruang dan memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang,” katanya. (rin)

News Feed