Alasannya jalan tol dirancang untuk kendaraan berkecepatan tinggi yang stabil yakni kendaraan roda empat atau lebih.
Kehadiran motor, termasuk motor gede, dapat menimbulkan risiko besar karena perbedaan karakteristik kendaraan. Ketidakstabilan pada kecepatan tinggi, perbedaan ukuran, serta potensi interaksi dengan kendaraan lain akan meningkatkan risiko kecelakaan.
Ia menambahkan bahwa aturan hukum yang berlaku saat ini secara jelas mengatur penggunaan jalan tol hanya untuk kendaraan roda empat atau lebih, kecuali jika jalan tol tersebut memiliki jalur khusus untuk sepeda motor.
“Ketentuan ini telah ditetapkan dalam Pasal 38 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2009. Jalan tol diperuntukkan bagi pengguna yang menggunakan kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Dengan begitu kendaraan roda dua seperti motor jelas tidak diizinkan untuk melintas,” kata Djoko.
Meski begitu, bukan berarti sepeda motor tidak boleh masuk tol sama sekali. Sebab dalam pasal yang sama (38 PP 44/2009) dijelaskan sepeda motor boleh masuk tol dengan ketentuan-ketentuan khusus.
Disebutkan, pengendara roda dua dapat melintas pada jalan tol yang sudah dilengkapi dengan jalur jalan tol khusus untuk motor.
Jalur khusus sepeda motor ini bertujuan untuk menjamin keselamatan pengendara roda dua dan pengguna jalan lainnya. Tanpa jalur khusus, fungsi utama jalan tol sebagai jalan bebas hambatan justru terganggu.
Pengendara motor yang melintas di jalan tol dengan sengaja ataupun tidak bisa dijatuhi sanksi. Dalam Pasal 63 ayat 6 UU Nomor 38 Tahun 2004 dijelaskan setiap orang selain pengguna jalan tol dan petugas secara sengaja memasuki jalan tol dapat dikenakan hukuman maksimal 14 hari penjara atau denda maksimal Rp 3 juta.