FAJAR, MAKASSAR-Program Makanan Bergisi Gratis (MBG) yang telah diujicobakan beberapa waktu lalu, dinilai sebagai program yang sangat baik, meski demikian perlu dioptimalkan dengan memperbaiki beberapa hal, diantaranya terkait pelibatan masyarakat di sekitar sekolah.
Hal itu diungkapkan Anggota Komisi E DPRD Sulsel, Yeni Rahman, Minggu (19/1/2025). Menurutnya, perlunya memperbaiki mekanisme program agar lebih memberdayakan masyarakat dan memberikan dampak yang merata.
Menurut Yeni, idealnya dapur-dapur MBG ditempatkan dekat dengan sekolah. “Dengan banyak dapur yang beroperasi, pemberdayaan ekonomi masyarakat dapat berkembang dan merata. dan ini menjadi Proyek Rakyat,” ungkapnya.
Namun, ia juga menyoroti bahwa pendekatan bisnis dalam pelaksanaan program MBG bisa bertentangan dengan niat baik program yang dicanangkan Presiden.
Yeni menilai model distribusi MBG saat ini memunculkan tantangan, seperti keterlibatan pengusaha yang mendominasi pengelolaan makanan. Hal ini berisiko menurunkan kualitas makanan, karena juga harus mengeluarkan biaya-biaya distribusi.
Beda halnya jika dikelola UMKM sekitar, persoalan distribusi bisa mudah di atasi. Juga akan membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar.
Sementara mengenai kualitas dan higienitas MBG bisa melibatkan pihak Puskesmas.
“Distribusi makanan idealnya melibatkan pengawasan yang baik, termasuk melibatkan puskesmas sebagai pembina di wilayah sekolah,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar puskesmas tidak hanya mengawasi kualitas makanan tetapi juga memantau tumbuh kembang anak.
Dengan demikian, program MBG benar-benar menjadi proyek pemberdayaan masyarakat yang melibatkan berbagai elemen, dari UMKM hingga tenaga pengawas.
Yeni juga menyoroti pentingnya memanfaatkan lahan-lahan kosong untuk mendukung ketahanan pangan, seperti pekarangan sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk menanam sayur atau beternak.
“Lebih baik sebagian lahan pekarangan sekolah digunakan untuk menanam sayur, sekaligus mengajarkan anak-anak bertanam,” jelasnya.
Program MBG, lanjut Yeni, memiliki potensi besar untuk mendukung ketahanan pangan sekaligus memberdayakan UMKM. Namun, jika hanya menjadi proyek bisnis yang melibatkan pemodal besar, dampak positifnya akan berkurang.
“Program ini sangat membantu masyarakat, terutama anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah, tetapi harus dijalankan dengan pendekatan yang adil dan inklusif,” tegas Yeni.
Ia berharap simulasi program MBG dapat disempurnakan agar tidak menimbulkan kegaduhan dan mampu mencapai tujuan utama yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui makanan bergizi. (*)