English English Indonesian Indonesian
oleh

Kembalinya UN, Pemerhati Pendidikan Sebut Perubahan Kebijakan Sering Korbankan Pelaku Pendidikan

“Saya kira selama ini siswa meskipun sekolah secara rutin mereka ikuti dan diajarkan sesuai kurikulum dan pendekatan pembelajaran dilakukan. Tetapi kesannya siswa itu tidak memiliki motivasi, siswa menganggap tidak perlu ada persaingan dan prestasi, karena tidak ada lagi yang menentukan untuk standarisasi,” urai Dosen Fisip Unhas ini.

Bila pun dikembalikan, Adi ingin agar UN lebih adaptif. Tidak menggunakan model yang sama dengan sebelum dihapuskannya. Harus ada evaluasi dan kebaruan jika diberlakukan lagi.

Dalam catatannya, ia mengemukakan beberapa faktor kisruh tata kelola UN yang menyebabkannya dihapuskan kala itu. Desakan masyarakat berasal dari penyelenggaraan yang tidak berintegritas.

Pola pengawasan UN kala itu sangat miris. Banyaknya kebocoran soal hingga ditangkapnya para penjoki UN.

Faktor lainnya, orientasi pembelajaran selama tiga tahun seakan hanya untuk menuju UN. Kondisi ini memaksa siswa terbiasa pada sistem pembelajaran hapalan, alih-alih pemahaman.

Lanjut Adi, dahulu, UN sangat sentralistik. Dominasi pemerintah pusat mengatur secara administratif sangat besar. Termasuk dalam pembuatan soal dan penganggaran. Seolah-olah tidak ada kepercayaan pada pemerintah daerah untuk mengelola UN. Menurut ia, harus ada desentralisasi pengelolaan UN, secara administratif maupun substansial.

“Mestinya ada pendistribusian atau akomodasi dan aspirasi lokal di dalam pengelolaan UN itu, jadi tidak sentralistik,” tandasnya.

Kemudian, ia mempertanyakan kebijakan hasil UN yang dahulu sebagai penentu kelulusan siswa. Para siswa yang telah mengikuti pembelajaran selama tiga tahun dihadapkan pada kekecewaan jika dinyatakan tidak lulus dalam UN.

News Feed