I Love Monday: Faisal Syam
KABAR itu begitu menyentak. Publik Dapil Warkop berduka. HM Alwi Hamu, seorang yang dikenal tokoh inspiratif meninggal dunia. Aktivis, pengusaha sekaligus pemuka industri media itu banyak mewujudkan ide untuk kemajuan negeri.
Penggagas turnamen sepak bola Habibie Cup itu juga sangat peduli dengan peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan. Buktinya, beliau menginisiasi pendirian beberapa taman pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi.
Nah, di tengah duka yang bergelayut tersebut, Dapil Warkop juga berduka sekaligus heboh.
Hal itu berkaitan dugaan adanya siswa yang bersekolah di sekolah resmi, tapi tak masuk dalam daftar, atau datanya invalid. Mereka bisa saja dianggap siswa ilegal, pelajar palsu atau siswa Aspal. Asli tapi palsu.
Gara-gara tak terdaftar dalam data resmi, sejumlah anak usia sekolah pemilik masa depan di tempat hang-out ini, terancam tak diakui. Kalau masalahnya tak selesai dengan solusi, kemungkinan mereka bisa tak dapat buku rapor dan ijazah saat tamat.
Kehebohan itu jadi bahan diplomasi persusukopian. “Persoalan yang dihadapi generasi Z Dapil Warkop ini harus diselesaikan, tanpa menimbulkan persoalan baru,” harap Udin, pentolan Ceritera Fiksi pendek (CerFen) ini.
Udin menduga, persoalan ini muncul sebagai dampak pelaksanaan sistem penerimaan siswa yang belum baik. Misalnya jalur yang bisa memunculkan jalur solusi setelah adanya koalisi.
Koalisi menurut analisis Udin, terjadi antara pihak yang mau masuk sekolah di sekolah tertentu, dengan cara “memaksakan” kehendaknya.
Bak gayung bersambut, pada kondisi tertentu, biasanya muncul pula pihak yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan tampil sebagai oknum menjembatani keinginan tersebut.
Akibat dari koalisi yang nyerempet-nyerempet kolusi itu. maka munculnya siswa yang diterima melalui jalur pintu samping hingga lewat jendela, setelah tak bisa melewati pintu resmi. Cara demikian bisa memunculkan adanya tambahan kelas.
Dampak dari koalisi itu, menurut Udin selaku Pengembang Ilmu Cocoklogi (ICo), ada siswa jalur pintu samping itu, tidak terdaftar dalam sistem.
Gegara tak terdaftar dalam sistem, sang siswa tersebut, lolos masuk sekolah resmi tapi terancam lulus tanpa ijazah, karena bisa dianggap masuk lewat jalur ilegal.
Di Dapil Warkop, tanpa ijazah, biasanya agak sulit melamar kerja. Dari banyak siswa yang belum terdaftar dalam sistem itu, juga enggan sekolah tanpa rapor dan ijazah. Apalagi kalau dicap sebagai siswa ilegal atau pelajar palsu.
Eitsss, semoga tak ada ijazah ilegal alias ijazah palsu yang muncul di kemudian hari.
Hm… Udin pun berharap, pembicaraan soal “kursi” sekolah menghasilkan diplomasi yang tak mengandung unsur Koalisi, Kolusi Nyerempet Korupsi alias KKNK, sehingga menjadi solusi terbaik untuk semua; Sekolah, belajar, naik kelas, dapat rapor, dan tamat tanpa embel-embel ilegal dengan mendapatkan ijazah asli secara riang nan gembira. Hehehe. (kritik – saran, email: [email protected])