OLEH: FERRY TASLIM, S.H., M.HUM., M.SI. DATUAK TOEMBIDJO
(Tokoh Adat Minangkabau di Sulsel & Dewan Pembina IKMS Sulsel )
Teringat syair Arab bahwa”Perempuan adalah tiang Negara. Jika perempuannya baik (berakhlakul karimah) maka baiklah negara itu, akan tetapi jika perempuannya amoral maka hancurlah negara”. Syair tersebut mengisyaratkan peran perempuan sangat vital dalam segala segmen kehidupan berbangsa dan bernegara, kehadirannya menentukan masa depan bangsa dan negara. Maka kehadiran perempuan sangatlah penting dalam setiap dinamika kehidupan yang dilalui, tanpa perempuan seakan ada yang tidak sempurna dan hilang.
Perempuan memiliki peran keummatan dan kebangsaan. Peran keummatan perempuan dilihat sebagai “Al ummu madrasatul ula” yang berarti Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya, mendidik, merawat dan mengarahkan anak-anaknya akan tindakan apa yang boleh ataupun yang tidak boleh dilakukan, anak adalah cerminan orang tua, dan anak adalah masa depan keluarga dan negara. Begitu mulia peran perempuan. Kemudian peran kebangsaan perempuan dilihat pada kedudukannya untuk berkontribusi melalui bidang ekonomi, sosial, politik dan pemerintahan yang sama haknya dengan laki-laki. Jika melihat dalam masyarakat Minangkabau itulah yang menjadi cerminan memuliakan harkat dan martabat kaum perempuan dengan konsep bundo kanduang.
Dilahirkan sebagai perempuan di tanah Minangkabau adalah anugerah yang tidak semua perempuan dapat merasakan kedudukan yang begitu dihormati, maka kedudukan sebagai perempuan Minangkabau harus disadari bahwa perempuan Minangkabau memiliki tugas menjadi bundo kanduang untuk dirinya, keluarga, nagari, agama dan negara. Ini adalah tugas mulia yang harus dijalankan sepanjang hayat.
Hal ini bukan berarti hanya tugas kaum perempuan, melainkan laki-laki juga harus membantu dan mendukung agar perempuan Minangkabau menjadi perempuan yang paripurna dalam konsep Minangkabau disebut bundo kanduang.
Budaya dan falsafah hidup suku Minangkabau mengenal nilai-nilai luhur yang diwariskan para leluhur dari setiap generasi sebagai bentuk identitas masyarakat Minangkabau.
Budaya Masyarakat Minangkabau telah ada sejak zaman dahulu, bertahan dalam setiap perkembangan dan perubahan, menunjukkan eksistensinya melintasi zaman. Membuktikan bahwa budaya Minangkabau dapat diterima berbagai kalangan dan mendorong pemajuan peradaban. Salah satu nilai budaya yang dilestarikan masyarakat Minangkabau adalah menjaga marwah dan keluhuran bundo kanduang.
Bundu kanduang dalam masyarakat Minangkabau merupakan perempuan/Ibu yang menjadi teladan dalam kaum atau suku di nagari-nagari Minangkabau. Keteladanan penting agar generasi memiliki contoh sesuatu yang dapat diikuti. Keteladanan juga menjadi sumber pengaruh sosial positif yang dapat mempengaruhi orang lain dengan cara tertentu.
Terdapat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pada dasarnya proses belajar pada individu dapat terjadi karena observasi yang dilakukan individu terhadap lingkungan maupun orang lain yang yang di sekitarnya yang menunjukkan bahwa individu melakukan hal yang sama dengan apa yang mereka lihat.
Falsafah Minangkabau mengingatkan bahwa, limpapeh rumah nan gadang, sumarak anjung paranginan, urang nan duduak disukatan, nan mamacik kunci lumbung bunian, kok litak tampek mintak nasi, kok awih k tampek minta aia. Urang nan suko di tamu datang nan panggalak jago lalok, kok hiduik tampek baniat, kok mati tampek banaza, kaundung-undung ka madinahka payung panji ka sarugo yang berarti setiap bundo kanduang adalah perempuan, akan tetapi tidak semua perempuan dapat disebut bundo kanduang.
Maka penyematan bundo kanduang kepada seorang perempuan Minangkabau berarti bahwa perempuan tersebut memiliki akhlak dan moral yang terpuji, secara sederhana dapat disebut perempuan paripurna, bukan karena fisiknya melaikan sifat dan tindakannya memberikan keteladanan ditengah-tengah masyarakat.
Kedudukan perempuan dalam masyarakat Minangkabau begitu luhur dan terhormat, perempuan dalam masyarakat Minangkabau merupakan penerus garis keturunan. Hal tersebut sesuai dengan garis kekerabatan yang dianut yakni matrilineal, yang mana garis keturunan menurut hukum adat berdasarkan garis ibu.
Suku ayah tidak sama dengan suku ibu, suku ibu sama dengan suku anak. Sebuah keluarga atau kaum yang tidak memiliki keturunan anak perempuan, maka keluarga tersebut akan pupus atau punah dalam aturan hukum adat Minangkabau. Selanjutnya perempuan tinggal dirumah gadang, sedangkan kaum laki-laki dari kecil rela lalok atau tidur di surau. Kaum perempuan Minangkabau mendapat hak untuk mengelolah dan memanfaatkan serta mengambil hasil harta pusaka tinggi.
Penghormatan terhadap perempuan dalam konsep bundo kanduang sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Masyarakat Minangkabau memang dikenal dengan ke-Islamannya yang kuat, nilai ajaran islam yang sejalan dengan nilai budaya Minangkabau membuatnya semakin kokoh.
Falsafah Minangkabau menegaskan adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah berarti bahwa, adat bersendikan syariat, syariat bersendikan Kitabullah, selanjutnya disingkat ABS-SBK merupakan landasan aforisme terkait pengamalan adat dan Islam dalam masyarakat Minangkabau. Syara’ Mangato, Adat Mamakai secara fundamental berarti syariat Islam memberi perintah (mengatur), dan adat menjalankan (melaksanakan). Islam dan adat masyarakat Minangkabau merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan dan tidak terpisahkan.
Bundo kanduang bukanlah tumbuah karano di tanam, melaikan tumbuah dengan sendirinya. Ajaran islam memberikan keistimewaan kepada perempuan, dalam banyak catatan sejarah menunjukkan bahwa kedatangan islam untuk membangun dan memperbaiki peradabatan, perbaikan peradaban dilakukan dengan memperbaiki kondisi kaum perempuan, mengangkat derajatnya, menjaga kehormatannya, dan menjamin pemenuhan haknya.
Islam menjaga dan memuliakan perempuan seperti surga berada dibawah telapak kaki ibu, tiga kali berbakti kepada ibu yang keempat baru kepada ayah, kemudian peran dan kontribusi perempuan pada masa awal dakwah Nabi Muhammad S.A.W begitu besar dalam mendukung suksesi Islam di tanah Arab, kehadiran Sitti Hadija R.A menemani dengan penuh kesetiaan dalam setiap kondisi yang dihadapi Rasulullah Muhammad, S.A.W menunjukkan episentrum perempuan dalam proses perjuangan. Semangat Sitti Hadija inilah yang diharapkan mengalir dalam setiap hati dan jiwa perempuan Minangkabau.
Hakikat Bundo Kanduang
Bundo kanduang adalah wanita suci dan bersih, jauh dari sifat-sifat yang tidak terpuji. Bundo kanduang sebagai hulu budi talago undang yaitu, perempuan teladan dalam kaum, kampung, dan nagari. Bundo kanduang merupakan lambang keselamatan kehidupan dunia dan akhirat. Tidak semua wanita adalah bundo kanduang, tetapi bundo kanduang berasal dari kaum perempuan dengan dasar berbudi luhur dan berakhlak mulia dan taat menjalankan perintah Allah serta menjadi teladan ditengah-tengah masyarakat.
Bundo kanduang memiliki tugas dan kewajiban yaitu; memberikan contoh serta tauladan kepada seluruh anggota kaum termasuk masyarakat dalam nagari; berusaha membimbing anggota kaum kepada jalan yang baik, yaitu keselamatan dunia dan akhirat, amal makruf nabi mungkar; selalu berusaha menjaga nama baik kaum atau pasukuan karena suku tak dapat diinjak, malu indak dapek dibagi; selalu berusaha mempelajari dan memperdalam adat istiadat Minangkabau, dan berusaha pula untuk mengamalkan apa yang telah diketahui.
Pilar peradaban Minangkabau di Era Modernisasi
Era modernisasi menjadi era yang tidak dapat dihindarkan, siapa yang tidak dapat beradaptasi maka akan tertinggal. Konsep bundo kanduang menjadi pilar peradapan berarti bahwa bundo kanduang menjadi penopang tegaknya peradaban Minangkabau. Sebagai nilai karakter dan moral masyarakat Minangkabau, konsep bundo kanduang dinilai masih sangat relevan dalam era kontemporer saat ini.
Pikiran dan karya harus global dan medunia, namun karakter dan budaya harus tetap lokal yaitu karakter dan budaya Minangkabau. Konsep bundo kanduang pada era modern memiliki dua fungsi yaitu fungsi menjaga dan pemajuan. Fungsi menjaga berarti bahwa nilai bundo kanduang menjadi saringan dan pelindung dari budaya luar yang dapat mereduksi budaya asli Minangkabau yang dinilai akan berdampak buruk terhadap tatanan budaya dan sosial masyarakat. Sedangkan fungsi pemajuan berarti bahwa konsep bundo kanduang harus mendorong optimalisasi peran dan kontribusi perempuan disegala sektor yang dapat mendukung kemajuan pada bidang sosial, ekonomi, teknologi, politik dan pemerintahan. Perempuan Minangkabau memiliki tugas untuk berdaya secara ekonomi dan berdampak secara sosial kemasyarakatan.
Ikatan Bundo Kanduang Sapayuang Sulawesi Selatan
Ikatan Keluarga Minang Sapayuang Sulawesi Selatan (IKM Sapayuang) menjadi wadah bersatu dan saling menguatkan antar masyarakat Minangkabau di sulawesi selatan. Organisasi ini memiliki organisasi sayap yaitu Ikatan Wanita Sapayuang Sulsel (IKWAS) yang akan berganti nama menjadi Ikatan Bundo Kanduang Sapayuang Sulawesi Selatan. Perubahan nama ini tak sekadar momen seremonial, namun akan menjadi monumen pemajuan perempuan Minangkabau.
Mengubah nama dengan memakai Bundo Kanduang bukan hanya sekadar untuk keren-kerenan semata, namun pemikir perubahan nama tersebut tentu memiliki harapan dan cita-cita bahwa perempuan Minangkabau di Sulawesi Selatan akan menjadi perempuan yang memeberikan keteladanan dimanapun ladang pengabdiannya sesuai dengan tujuan konsep bundu kanduang. Menurut penulis perubahan nama tersebut juga bermakna untuk mengembalikan istilah dalam riwayat panjang dan lintasan sejaran panjang peradaban Minangkabau yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur peran, fungsi, dan hakikat perempuan/padusi di Minangkabau dan Annisa dalam Al-Qur’anul Karim.
Penggunaan nama bundu kanduang pada nama persatuan perempuan Minangkabau di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa masyarakat Minangkabau di Sulawesi Selatan walaupun dirantau, tetapi secara konsisten menjaga dan melestarikan kecintaannya terhadap nilai luhur budaya Minangkabau dimanapun ia berada.
Hal tersebut juga secara langsung akan memberikan tanggung jawab moril terhadap seluruh masyarakat Minangkabau dan para tokoh adat. Semoga perubahan nama ini menjadi monumen kebermanfaatan dan ladang kebaikan yang akan dioptimalkan oleh Ikatan Bundo Kanduang Sapayuang Sulawesi Selatan. (*)