FAJAR, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa anggota bursa atau sekuritas, yang berfungsi sebagai perantara perdagangan efek, telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan status ini, anggota bursa wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jasa transaksi efek yang merupakan Jasa Kena Pajak (JKP).
Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, menjelaskan bahwa pengenaan PPN tersebut berlaku untuk fee atau komisi transaksi efek, yang merupakan bagian dari biaya penjualan efek. “Saham sendiri tidak termasuk objek pajak. Yang dikenakan PPN adalah jasa transaksi efek yang dikenakan melalui fee atau komisi,” ujar Inarno dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK pada Selasa, 7 Januari 2025.
Penerapan tarif PPN baru ini diatur dalam Surat Edaran (SE) Bursa Efek Indonesia (BEI) No: S-13561/BEI.KEU/12-2024, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2025. BEI menetapkan tarif PPN sebesar 12 persen untuk semua transaksi efek yang dilakukan di pasar modal Indonesia.
Irvan Susandy, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI, menjelaskan bahwa tarif PPN 12 persen dihitung berdasarkan nilai lain yang besarnya 11/12 dari nilai invoice. “Dengan formula ini, meskipun tarif PPN 12 persen, nilai objek pajak yang dihitung setara dengan PPN 11 persen,” jelas Irvan.
BEI menegaskan bahwa semua invoice dan faktur pajak yang diterbitkan mulai 1 Januari 2025 akan menggunakan tarif PPN 12 persen. Sementara itu, untuk faktur pajak yang diterbitkan sebelum tanggal tersebut, tarif yang berlaku tetap 11 persen.