“Dia mengatakan ‘Pak Lurah siap-siap bertemu hari Senin, saya tanggalkan baju dinasku, kita berhadapan, sama ki istri ta, jangan ki jadi pengecut. Hari Senin kita buatkan saya sejarah, sudah sampai waktunya. Saya yang mati atau kita’. Apakah pantas seorang camat mengeluarkan bahasa seperti itu?,” kesal Andi Mantra.
Dikatakannya, polemik ini sebenarnya bisa diselesaikan dengan baik jika saja Camat Barebbo menghargai budaya saling menghargai dan menghormati.
“Tapi memang sengaja memperkeruh suasana. Tak pantas jadi pemimpin orang seperti ini. Pak Lurah dan warga lainnya hanya menuntut haknya, kok dihalang-halangi tanpa alasan jelas,” ujarnya.
Sementara saat aksi unjuk rasa tersebut camat maupun sekretarisnya diketahui tak berkantor. Ini membuat beberapa pengunjuk rasa geram.
“Telepon Camat Barebbo sekarang juga! Kami mau dengar pernyataannya terkait bahasa yang dilontarkan dan apa alasannya tidak menandatangani surat pencairan dana itu,” tegas Andi Mantra kepada Kasi Pemerintahan Kecamatan Barebbo, Abidin, yang menemui massa aksi.
Abidin pun mencoba menelpon Camat Barebbo namun nomor telepon selulernya yang tidak diaktifkan.
“Saya cuma diperintahkan mewakili Ibu Camat. Untuk mengambil keputusan saya tidak punya hak. Kami sudah mencoba menelepon Ibu Camat, tapi tidak aktif,” kata Abidin di hadapan para demonstran.
Setelah terjadi perdebatan yang cukup alot, massa aksi nyaris menyegel Kantor Camat Barebbo. Salah seorang demonstran terlihat mengeluarkan sebuah rantai dan gembok bersiap menyegel kantor kecamatan.