Hasil penelitian mengungkapkan bahwa cendawan endofit tertentu dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan memperkuat sistem pertahanan tanaman terhadap serangan patogen dan kondisi stres lainnya seperti kekeringan dan kelebihan garam.
Keberhasilan ini membuka peluang untuk mengintegrasikan cendawan endofit ke dalam sistem pertanian yang ada, sebagai bioaugmentasi atau bahkan dalam formulasi biopestisida dan pupuk biologis.
“Potensi ini sangat besar, ini bisa mengurangi ketergantungan kita pada bahan kimia sintetis,” tambah Syamsia.
Aplikasi lapangan dari temuan ini sudah dimulai di beberapa proyek percontohan di Sulawesi Selatan, menunjukkan hasil yang menjanjikan dalam meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pertanian lokal.
Lebih lanjut, penelitian ini juga menyentuh pada aplikasi potensial cendawan endofit dalam bioenergi dan phytoremediation, menunjukkan jangkauan yang lebih luas dari aplikasi bioteknologi ini.
Menurut Prof. Syamsia, ke depannya penelitian akan terus diperluas untuk mencakup lebih banyak jenis tanaman dan kondisi lingkungan yang beragam untuk memverifikasi efektivitas cendawan endofit secara lebih luas lagi. Cendawan endofit memiliki peranan penting dalam pertumbuhan tanaman, khususnya dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman abiotik (kekeringan) dan biotik (hama dan penyakit) serta berpotensi sebagai biofertilizer.
Evaluasi dan uji potensi cendawan endofit masih perlu dilakukan untuk mendapatkan koleksi isolat cendawan endofit unggul yang dapat dikombinasikan dan diaplikasikan secara luas pada berbagai komunitas tanaman pertanian dalam rangka mendukung pertanian berkelanjutan. (uni)