FAJAR, MAKASSAR — Ketua Demokrat Makassar, Adi Rasyid Ali (ARA) menanggapi sejumlah isu terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai sistem pemilu dan pilkada di Indonesia. ARA menilai ada plus dan minus dari putusan tersebut, terutama terkait demokrasi dan efektivitas pemilihan.
Menurut ARA, secara demokratis, putusan ini membuka peluang yang lebih luas bagi calon presiden maupun kepala daerah. Namun, ia juga mengusulkan bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) sebaiknya dilakukan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk efisiensi dan efektivitas.
“Sistem ini lebih efisien dan efektif. Rakyat tidak lagi terbentur dengan pilihan calon kepala daerah yang belum tentu mereka pahami bibit, bebet, dan bobotnya. Pilkada langsung terlalu mahal dan sering kali tidak mendidik,” ujarnya.
ARA juga menyoroti fenomena politik uang dalam pilkada langsung yang dianggapnya merusak demokrasi.
“Sering kali rakyat hanya melihat calon dari segi materi, seperti pembagian sembako atau bahkan uang palsu. Ini fenomena yang merusak,” tegasnya.
Sebagai solusi, ARA mengusulkan adanya mekanisme filterisasi calon kepala daerah melalui lembaga seperti Lemhannas.
“Calon harus melalui Lemhannas untuk memastikan kualitas dan kapabilitas mereka sebelum maju di pilkada. Jangan sampai seperti membeli kucing dalam karung,” tambahnya.
ARA juga mengingatkan pentingnya kembali ke nilai-nilai Pancasila, khususnya sila keempat.
“Demokrasi kita khas Indonesia, berbasis permusyawaratan perwakilan. Jangan ikut-ikutan sistem negara lain,” katanya.