English English Indonesian Indonesian
oleh

Sosialisasi Uang Asli dan Digital Perlu Dimasifkan

Sosiolog UNM, Idham Irwansyah mengatakan dampak dari maraknya peredaran uang palsu ini adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan uang tunai. Fenomena ini dapat dianggap positif karena semakin menguatnya wacana digitalisasi keuangan. Masyarakat kini lebih banyak beralih ke transaksi non-tunai, seperti menggunakan e-money atau QRIS, yang dinilai lebih aman dan praktis.

Namun, untuk mengatasi masalah ini, otoritas keuangan perlu memberikan jaminan kepada masyarakat mengenai keamanan teknologi ATM dan mesin-mesin transaksi lainnya. Detektor uang palsu harus lebih efektif, dan sosialisasi mengenai ciri-ciri uang Rupiah yang sah perlu ditingkatkan. Masyarakat juga diimbau untuk tidak membelanjakan uang palsu yang mereka terima. Hal ini penting untuk mencegah peredaran uang palsu yang lebih luas dan memberikan edukasi tentang cara mengenali uang yang sah, baik melalui metode 3D (dilihat, diraba, diterawang) maupun penggunaan alat bantu seperti lampu ultraviolet (UV).

“Edukasi yang masif dan digitalisasi keuangan menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada uang tunai dan mencegah semakin luasnya peredaran uang palsu di masyarakat. Masyarakat yang telah menerima uang palsu diimbau untuk tidak membelanjakannya dan segera melaporkan kepada pihak berwenang guna menjaga keamanan ekonomi,” ulasnya.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Marlison Hakim, mengungkapkan bahwa uang palsu yang ditemukan dalam kasus peredaran di Gowa memiliki kualitas sangat rendah dan dapat dengan mudah diidentifikasi menggunakan metode 3D (dilihat, diraba, diterawang). Berdasarkan hasil penelitian, uang palsu tersebut dicetak dengan teknik inkjet printer dan sablon biasa, bukan menggunakan teknik cetak offset yang biasanya digunakan pada uang asli.

News Feed