Pukat UPA menganalisa ada 5 hal kenapa korupsi tidak tuntas-tuntas bahkan semakin bertambah subur.
Pertama, pejabat-pejabat yang selama ini diserahkan dalam pengelolaan keuangan banyak yang tidak memahami tupoksinya sebagai PA, KPA, PPTK, TAPD, Bendahara sesuai UU 17/2003 dan UU 1 tahun 2004.
Kedua, tidak optimal dan berfungsinya instansi pengawasan baik internal maupun eksternal yang selama ini telah banyak mendapat previlige dalam alokasi penggunaan anggaran negara/daerah.
“Lembaga pengawasan internal (Inspektorat, Irjen/SPI) selama ini tidak
optimal dalam memberikan bimbingan pengawasan agar dapat mencegah
terjadi penyimpangan atau korupsi, lebih banyak sibuk urusannya sendiri,” paparnya.
Tidak terlalu difungsikannya BPKP sebagai Koordinator Pengawas Internal
Pemerintah sehingga tidak ada kejelasan masing-masing pengawasan
pada instansi-instansi atau jalan sendiri-sendiri.
Seharusnya dengan dioptimalkannya Tupoksi BPKP dalam mengkoordinir pengawas di masingmasing instansi pemerintah akan ada satu kesatuan prinsip dalam memperbaiki/mencegah terjadinya korupsi.
Ia menilai, pengawas eksternal/BPK sejak berlakunya UU I5/2006 tentang BPK sudah berlangsung kurang lebih 27 tahun bukan semakin baik malah semakin tidak jelas keberadaannya.
Ketiga, penegakan aturan masih menggunakan produk kolonial yaitu KUHP yang lebih mengedepankan hukum pidananya penyanderaan badan tanpa melihat latar belakang terjadinya masalah.
Paket UU yang ada lebih menekankan pada pemulihan keuangan negara dibanding mengedapankan pidananya.