English English Indonesian Indonesian
oleh

Menilai Barat

Jendela Langit: M. Qasim Mathar

Yang anti-Barat biasanya menilai bahwa semua yang dari Barat adalah salah dan buruk. Penilaian demikian disebut generalisasi. Generalisasi atau penyederhanaan demikian tidak seluruhnya benar. Sebab, banyak aspek kehidupan Barat juga bernilai baik dan dapat ditiru.

Di zaman Prof. A. Mukti Ali sebagai menteri agama, banyak sarjana muslim dikirim dan pergi belajar Islam (Islamic studies/dirasah islamiyah) ke Barat, khususnya ke Amerika Serikat dan Kanada. Nurkholish Madjid (Cak Nur), Amien Rais, lalu angkatan lebih muda seperti Din Syamsuddin dan Atho Muzhar dan lain² adalah di antara sarjana muslim yang pergi belajar Islam ke Barat. Kenapa ke Barat belajar Islam, kenapa tidak ke Mesir dan Arab Saudi? Mukti Ali menjawab: “Untuk belajar metodologi keilmuan. Bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh dengan baik dan benar”. Cak Nur menjelaskan: “Sekularisasi bukan westernisasi, melainkan rasionalisasi”.

Jadi hemat saya, dalam koridor pendapat Mukti Ali dan Cak Nur itulah kalau kita berbincang², misalnya, sekolah ke Barat atau interaksi dengan Barat. Kecuali kita tidak setuju dengan pendapat kedua tokoh ilmuwan itu.

Mari bincangkan dari sudut pendapat MA dan CN, aspek mana saja Barat merosot dan mana saja yang tetap bertumbuh dan unggul? Atau aspek mana saja Barat secara metodologis keilmuan tidak salah dan tetap rasional, sehingga di aspek itu Barat unggul dan sulit ditandingi.

Janganlah menggeneralisasi seolah semua aspeknya merosot. Ambil contoh, teknologi komunikasi informasi (kominfo) dan konten kominfo adalah dua hal yang beda. Kita mengkritik konten kominfo Barat, tapi lupa menyaingi/mengungguli teknologi kominfonya. Jika demikian, kita tetap mengkritik konten tanpa bisa mengubah keadaan karena tetap terbelakang dalam teknologi kominfo.

News Feed