Dia mengaku, saat ini sedang mencoba mengedukasi petani supaya lebih produktif lagi. Sebab jika produksi dan supplay besar, otomatis implikasinya pada kehidupan sosial masyarakat dan kesejahteraannya akan bagus juga.
Ini dia lakukan karena dia tahu persis latar belakang masyarakat Palopo, termasuk keluarganya sedniri. Dia menilai, hampir sebagian besar orang di Palopo, khususnya yang dekat dengannya, tahu persi latar belakang keluarganya seperti apa.
Jejak Karier
Trisal sendiri terlahir dari keluarga sederhana. Ayahnya memang lurah, tetapi dia memiliki banyak saudara, sehingga harus berjuang sendiri untuk menopang hidupnya. Sebab dia sadar betul, gaji ayahnya tidak akan cukup jika digunakan untuk membiayai saudara-saudaranya.
“Boleh dikata, saya terlahir dari orang paling miskin ada di Jl Batara. Saya lahir dan besar di river bank, pinggiran sungai. Masa kecil saya, untuk bisa sekolah, pagi cuci mobil orang dahulu di pinggir sungai supaya punya duit jajan,” kisahnya.
“Makan pun susah, jadi betul-betul sangat sulit. Sampai akhirnya saya melanjutkan ke SMP. Selesai SMP saya menganggur satu tahun, karena tidak punya biaya sekolah. Lalu saya melanjutkan dua tahun di SMA kristen, saya berhenti lagi karena tidak punya duit, makanya saya mencari kerja,” ungkapnya.
Trisal memutuskan pergi dari kampung halamannya ke Toraja untuk mengadu nasib. Di sana, dia mengaku bertemu orang baik yang mengajarinya berbahasa Inggris. Saat itu dia ikut-ikutan jadi tour guide lokal.
“Saya terus meningkatkan kemampuan saya dengan bekerja di travel agency. Di situlah saya bertemu orang baik. Dia memberi saya kesempatan sampai ke Jakarta. Beliau back up terus, memberikan saya pekerjaan, membimbing saya, dan saya tidak tahu bahwa dia adalah salah satu orang terkaya di sana,” kata dia.