Oleh: Muhammad Syarkawi Rauf (Tenaga Pengajar FEB Unhas)
HARIAN.FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – ONRUST EILAND merupakan label yang disematkan orang-orang Belanda kepada Makassar, salah satu bandar niaga internasional terbesar di Asia dari Kerajaan Gowa pada abad ke-18. Pelabelan ini, kurang lebih bermakna “pulau keonaran”.
Sebagaimana yang dapat dibaca dalam tulisan Nirwan Arsuka (Kompas, 6/3/2011), label onrust eiland berubah, bahkan terhapuskan atas kecermelangan perdana menteri kesultanan Gowa pada saat itu, I Mangngadacinna Daeng I Ba’le’ Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang, terkenal dengan Karaeng Pattingalloang.
Sejak abad ke-18, Karaeng Pattingalloang sudah berpikir global, bermitra dengan para saudagar dari Malaka, Jawa, Campa, Johor, Minang, Patani, India, China, Portugis, Spanyol, Denmark, dan Inggris.
Sejalan dengan itu, dalam edisi millenium baru, edisi 100 halaman Kompas (Kompas, 1/1/2000), Nirwan Arsuka menyebut bahwa pada abad ke-17, Makassar merupakan bandar paling ramai dan kosmopolitan di Indonesia.
Selain sebagai raja Tallo, Karaeng Pattingalloang juga digelari sebagai astronom yang menguasai lima bahasa, yaitu Belanda, Portugis, Inggris, dan Spanyol. Pada masa itu, Karaeng Pattingalloang memesan bola dunia (globe) ke Eropa yang dikirim oleh perusahaan Hindia Timur. Pemikirannya mendunia dan menganggap dunia ini kecil.
Pada abad ke-17, pelabuhan Makassar mampu menyaingi pamor pelabuhan Singapura. Dan digambarkan setara atau bahkan lebih maju dari pelabuhan Batavia. Lalu meredup, padahal potensinya begitu besar mengingat lokasi Makassar sangat strategis yang berada di poros Asia-Pasifik dan jalur utama pelayaran nusantara.