Oleh: Asma Amelia Ali / Mahasiswa UNM
Filsafat adalah disiplin yang mencakup pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang eksistensi, pengetahuan, moralitas, dan realitas. René Descartes, seorang filsuf asal Prancis yang dikenal sebagai bapak filsafat modern, telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan. Meskipun hidup pada abad ke-17, pemikirannya tetap relevan dalam diskursus filsafat kontemporer, khususnya dalam epistemologi, metafisika, dan filsafat pikiran.
Descartes menekankan pentingnya pencarian dasar yang tak tergoyahkan untuk pengetahuan. Salah satu gagasan utamanya adalah metode keragu-raguan (methodical doubt) yang melibatkan meragukan segala sesuatu hingga menemukan kepastian. Proses ini menghasilkan ungkapan terkenal, Cogito, ergo sum (Saya berpikir, maka saya ada). Konsep ini menjadi fondasi dari filsafatnya dan memberikan landasan bagi berbagai teori dalam filsafat modern. Selain itu, dualisme pikiran dan tubuh yang dia ajukan terus menjadi topik penting dalam diskusi filsafat pikiran.
René Descartes lahir pada 31 Maret 1596 di Prancis. Karya-karyanya, seperti Meditationes de Prima Philosophia (Meditasi tentang Filsafat Pertama) dan Discours de la méthode (Perkataan tentang Metode), mengubah arah filsafat modern. Hidup pada masa revolusi ilmiah, Descartes terinspirasi untuk mengembangkan cara baru memahami dunia secara rasional dan sistematis. Revolusi ilmiah yang dipelopori oleh Galileo Galilei dan Johannes Kepler memperkuat gagasan Descartes tentang pentingnya metode rasional dalam ilmu pengetahuan.
Keragu-raguan metodis menjadi kontribusi utama Descartes dalam filsafat. Ia menyatakan bahwa semua hal yang dapat diragukan harus diragukan, termasuk eksistensi dunia luar dan tubuhnya sendiri. Namun, ia menemukan satu hal yang pasti: dirinya sebagai subjek yang meragukan. Dari sinilah muncul ungkapan Cogito, ergo sum. Pemikiran ini menegaskan bahwa pikiran lebih mendasar daripada tubuh, membuka jalan bagi epistemologi modern yang mencari dasar pengetahuan yang tidak tergoyahkan.
Pandangan Descartes tentang dualisme memisahkan manusia menjadi dua substansi: tubuh yang bersifat materi dan pikiran yang bersifat non-materi. Tubuh tunduk pada hukum-hukum fisika, sedangkan pikiran terkait dengan kesadaran, pemikiran, dan kehendak bebas. Meskipun pikiran dan tubuh berinteraksi, keduanya tetap terpisah. Pandangan ini menimbulkan pertanyaan yang masih relevan hingga kini, seperti bagaimana pikiran memengaruhi tubuh dan sebaliknya.
Relevansi dualisme terlihat dalam berbagai bidang, termasuk psikologi dan kecerdasan buatan. Dalam perdebatan tentang AI, pertanyaan seperti apakah mesin dapat memiliki kesadaran atau kehendak bebas kembali mengacu pada dualisme Descartes. Selain itu, isu interaksi antara pikiran dan tubuh terus dibahas dalam konteks ilmu saraf modern. Beberapa ilmuwan menantang dualisme dengan pendekatan materialisme, yang menyatakan bahwa pikiran adalah hasil dari aktivitas fisik otak. Namun, dualisme Descartes tetap menjadi dasar diskusi tentang kesadaran dan identitas.
Rasionalisme Descartes, yang menekankan pentingnya akal sebagai sumber utama pengetahuan, berkontribusi besar terhadap metode ilmiah. Menurut Descartes, pengetahuan yang benar hanya dapat diperoleh melalui pemikiran yang rasional dan sistematis, bukan pengalaman indrawi yang seringkali menipu. Pemikiran ini memengaruhi perkembangan geometri analitik, yang menghubungkan aljabar dengan geometri, serta metode ilmiah modern yang menjadi dasar penelitian sains di abad ke-21.
Dalam konteks filsafat pikiran, dualisme Descartes menjadi pusat perdebatan tentang mind-body problem. Isu ini melibatkan pertanyaan tentang bagaimana pikiran yang non-fisik dapat memengaruhi tubuh yang bersifat fisik. Masalah ini menjadi lebih kompleks dengan kemajuan teknologi, seperti neuroteknologi dan kecerdasan buatan, yang menantang konsep tradisional tentang pikiran dan tubuh.
Di era digital, prinsip keragu-raguan metodis Descartes semakin relevan. Dalam menghadapi informasi yang berlimpah, keragu-raguan membantu kita memverifikasi kebenaran dan menghindari disinformasi. Filosofi ini mengajarkan pentingnya berpikir kritis dan skeptis sebelum menerima klaim sebagai fakta, terutama di tengah maraknya hoaks dan propaganda.
Descartes juga berkontribusi dalam perkembangan matematika dan fisika. Geometri analitik yang ia ciptakan memungkinkan analisis sistematis masalah-masalah geometri melalui aljabar. Dalam fisika, teori mekanika cartesiana menggambarkan alam semesta sebagai sistem mesin raksasa yang tunduk pada hukum-hukum fisika. Meskipun pandangan ini digantikan oleh teori-teori modern, pengaruhnya tetap signifikan dalam mengembangkan metode ilmiah yang menekankan observasi dan eksperimen.
Pemikiran Descartes tentang hubungan antara pikiran dan tubuh memunculkan diskusi tentang kesadaran di era modern. Misalnya, apakah identitas digital seseorang di media sosial mencerminkan kesadaran sejati? Dalam dunia maya, realitas virtual membuka pertanyaan tentang keaslian pengalaman dan identitas. Perspektif Descartes mengingatkan kita bahwa kesadaran diri adalah fondasi dari eksistensi dan identitas.
Dalam dunia sains dan teknologi, etika rasionalisme Descartes tetap relevan. Perkembangan kecerdasan buatan, misalnya, menuntut kita mempertimbangkan dampak etis dari teknologi yang memiliki kemampuan belajar dan pengambilan keputusan. Pemikiran rasional dan sistematis yang diajarkan Descartes membantu kita menavigasi tantangan etis dalam era teknologi yang kompleks.
Secara keseluruhan, pemikiran René Descartes menawarkan wawasan yang tak lekang oleh waktu dalam memahami eksistensi, pengetahuan, dan hubungan antara pikiran dan tubuh. Filosofi keragu-raguan, rasionalisme, dan dualisme yang ia kembangkan terus menjadi dasar dalam diskusi filsafat dan sains modern. Relevansi pemikirannya melampaui zamannya, memberikan landasan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental dalam dunia yang terus berubah. (*)