Darwisman menambahkan, total jumlah rekening atau debitur yang tercatat dalam segmen ini mencapai 159.857. Sementara itu, tingkat kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) di segmen KPR ini masih terkendali di level 2,04%. “Jenis rumah yang paling banyak dibiayai adalah tipe 22 hingga 70, yang mencakup rumah tinggal untuk keluarga kecil hingga menengah,” jelasnya.
Pertumbuhan KPR yang signifikan di Sulsel ini tidak lepas dari meningkatnya kebutuhan akan hunian yang layak, terutama di wilayah perkotaan. Kota Makassar, sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan di Sulsel, menjadi magnet utama bagi masyarakat untuk memiliki hunian di daerah tersebut.
Namun demikian, tantangan masih terlihat di beberapa wilayah kabupaten. Minimnya penyaluran KPR di wilayah seperti Luwu, Tana Toraja, dan Jeneponto menunjukkan adanya disparitas kebutuhan hunian antara kota besar dan kabupaten. OJK mendorong perbankan dan lembaga pembiayaan untuk memperluas akses KPR ke wilayah-wilayah yang belum terjangkau, guna meningkatkan kepemilikan rumah di seluruh wilayah Sulsel.
Selain penyaluran KPR, Darwisman juga mencatat data mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sulsel. Kabupaten Maros tercatat sebagai wilayah dengan penyaluran KUR tertinggi, mencapai Rp527,23 miliar. Meski memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah, nilai penyaluran KUR masih jauh lebih kecil dibandingkan KPR, yang menegaskan tingginya kebutuhan pendanaan untuk sektor perumahan.
Darwisman menekankan pentingnya peningkatan akses perumahan bagi masyarakat Sulsel melalui penyaluran KPR yang lebih merata. Ia berharap pertumbuhan positif ini dapat terus berlanjut, didukung oleh kondisi makroekonomi yang stabil dan tingkat suku bunga yang kompetitif.