FAJAR, MAKASSAR — Laporan Wartsila menunjukkan, area seluas Eropa perlu ditopang dengan energi terbarukan untuk mencapai masa depan energi bersih, tanpa integrasi teknologi energi penyeimbang.
Itu tertuang dalam laporan berjudul “Crossroad To Net Zero” oleh Direktur Penjualan Wartsila Energy di Indonesia, Febron Siregar, dalam diskusi terbatas bersama Senior Geothermal Inspector, Direktorat Panas Bumi Kementerian ESDM Irwan Wahyu Kurniawan, Vice President Pengendalian RUPTL PT PLN Persero Ricky Faizal, dipandu Economic Research Institute for ASEAN and East Asia, Alloysius Joko Purwanto.
Pemodelan sistem tenaga listrik global Wartsila yang dipublikasikan dalam laporan tersebut membandingkan dua jalur dari tahun 2025 hingga 2050. Tujuannya, untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan membatasi pemanasan global, sesuai target Perjanjian Paris.
Pada jalur pertama, hanya energi terbarukan seperti tenaga angin dan matahari, dan penyimpanan energi yang ditambah ke dalam bauran energi. Jalur kedua, teknologi pembangkitan daya yang seimbang. Ini dapat ditingkatkan dengan cepat saat dibutuhkan, untuk mendukung energi terbarukan yang terputus-putus, juga ditambahkan ke dalam sistem.
Febron menyampaikan, pencapaian target nol emisi bersih Indonesia pada 2060 dapat dilakukan dengan teknologi yang ada, yaitu dengan menambahkan energi terbarukan dan teknologi penyeimbang tenaga listrik sambil menghentikan secara bertahap pembangkit listrik yang tidak fleksibel.
Kata dia, memperluas pembangkit energi terbarukan dengan cepat dalam jangka pendek sangat penting untuk mencapai target emisi nol bersih. Hasil pemodelan sistem kelistrikan mereka sebelumnya yang disajikan dalam laporan Rethinking Energy in Southeast Asia, telah menunjukkan kapasitas daya terbarukan di Indonesia harus 3-4 kali lebih tinggi dari target 2030 saat ini.