Aidir Amin Daud
Mungkin ini hadiah Natal yang paling berharga bagi terpidana mati Mary Jane Veloso, keluarga dan Filipina. Pemerintah Indonesia secara resmi mengumumkan bahwa Mary akan dipindahkan ke negara asalnya Filipina dan ia dapat menjalani hukumannya di sana atau apapun yang diputuskan nantinya oleh Pemerintah Filipina.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan RI Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa terpidana mati kasus penyelundupan narkoba, Mary Jane Veloso, akan dipindahkan ke negara asalnya, Filipina, sebelum Natal 2024.
Namun Pakar hukum internasional, Hikmahanto menilai bahwa rencana pemindahan Mary Jane sangat rumit. Selain tidak adanya aturan detail mengenai pemindahan tahanan, permohonan grasi atas Mary Jane sempat ditolak pada masa pemerintahan Joko Widodo. Pemerintah Filipina diminta untuk menghormati keputusan hukum Indonesia yang telah memvonis mati Mary Jane. Ia mengingatkan bahwa pemindahan ini berpotensi mengganggu kedaulatan hukum Indonesia. Bahkan Hikmahanto khawatir bahwa permintaan serupa dari negara lain di masa depan dapat memicu gangguan terhadap prinsip kedaulatan hukum Indonesia.
***
Penegasan Menko Yusril terkait Mary Jane dilakukan setelah usai penandatanganan pengaturan praktis (practical arrangement) terkait pemindahan Mary Jane dengan Wakil Menteri Kehakiman Filipina Raul T. Vasquez di Jakarta akhir pekan lalu. Yusril menjelaskan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Filipina sepakat untuk memindahkan Mary Jane ke negara asalnya setelah proses diplomasi yang panjang. Menurut Yusril, kedua belah pihak sepakat tidak memberikan pengampunan atau memberikan grasi kepada terpidana, tapi kita sepakat untuk memulangkan yang bersangkutan ke Filipina.
Menurut dia, Pemerintah Filipina menyepakati seluruh syarat yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia dalam draf pengaturan pemindahan Mary Jane. Menurut Yusril perumusan draf itu berdasarkan kebiasaan-kebiasaan internasional dan juga mempertimbangkan aspek-aspek hukum dan kemanfaatan yang berlaku di Indonesia.
Meskipun demikian pembinaan kepada Mary Jane selanjutnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Filipina. Terkait status hukuman Mary Jane setelah dipindahkan, menurut Yusril, hal tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden Filipina Ferdinand R. Marcos Jr. Indonesia akan menghormati keputusan Filipina, termasuk jika nantinya Mary Jane diberi pengampunan.
***
Meskipun ini mungkin kasus pertama dan kita menolak begitu banyak keinginan banyak negara seperti Brazil, Pakistan, Belanda hingga Australia untuk memindahkan warganya yang dihukum mati di Indonesia karena kasus narkoba. Namun mungkin selain berbagai alasan yang dikemukakan Menko Yusril, kita harus sama mengingat bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters, bahwa sebagai sesuatunya mungkin saja bisa terjadi. Kita harus berpandangan pemindahan terpidana mati seperti kasus Mary Jane Veloso yang berasal dari Filipina ke negaranya sesuai dengan UU tersebut sehingga penerapannya sudah tepat.
Kita juga harus berprasangka baik, bahwa Filipina juga sejak awal merasa Mary Jane Veloso hanya korban dari atas kejahatan perdagangan orang. Dan baik Filipina dan Indonesia harus patuh kepada dua instrumen terkait perlindungan korban perdagangan orang: Palermo Protocol tahun 2000 (telah diratifikasi Indonesia dan Filipina) dan ASEAN Convention Against Trafficking in Person tahun 2015. Kedua instrumen hukum ini memberi mandat adanya prinsip tak boleh ada hukuman terhadap korban perdagangan orang. Mary Jane Veloso hanya kurir yang mungkin berada dalam tekanan mafia narkoba. Jangan-jangan selama ini memang ada tindakan yang salah kepadanya. Maka biarlah hukum kita mengikhlaskan Mary Jane pindah menjalani proses hukum di negaranya.**