FAJAR, MALILI– Tutupan hutan di Kabupaten Luwu Timur terus tergerus. Ekspansi pertambangan nikel tak dapat dihindari. Ini titik awal bencana ekologi di daerah berjulukan Bumi Batara Guru.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sulsel, dalam 10 tahun terakhir (2013-2023) terjadi lonjakan bencana. Dimana, pada tahun 2013, tercatat 50 kejadian bencana. Pada tahun 2023, tercatat 267 kejadian bencana.
Jika dalam 10 tahun terakhir, total kejadian bencana sebanyak 1.345 angka kejadian bencana, dengan 1.641.704 jiwa yang menjadi korban bencana ekologis (banjir, longsor, dan kekeringan). BNPB Sulsel juga mencatat total kejadian bencana hingga 09 November 2024 sebanyak 1.719 kejadian bencana.
Hingga November 2024, korban bencana yang meninggal dunia sebanyak 400 orang. Yang dinyatakan hilang sebanyak 50 orang. Luka-luka sakit sebanyak 991 orang. Yang menderita atau mengungsi sebanyak 5.042.957 jiwa.
Kepala Departemen dan Keterlibatan Publik Walhi Sulsel, Slamet Riadi mengatakan, lonjakan bencana selama 10 tahun terakhir di Sulsel diakibatkan adanya alih fungsi lahan hutan. Area tutupan hutan semakin berkurang.
“Sekitar 85.270 ha hutan yang hilang di Sulsel dari tahun 2021-2022. Hutan yang tersisa pada tahun 2023 sebanyak 1.359.039 Ha hutan atau 29,70 persen dari luas provinsi,” kata Slamet Riadi saat menjadi narasumber pelatihan jurnalistik Bisnis Indonesia Learning dan Education Center Kamis, 28 November 2024.
Selain alih fungsi lahan, Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sulsel ikut kritis. Slamet Riadi bilang, dari 139 DAS yang ada di Sulsel, sekitar 38 DAS yang masuk dalam kategori sehat karena memiliki tutupan hutan 30 persen. Sedangkan sisanya, sebanyak 101 DAS mengalami kritisi.
“Kondisi inilah yang berkontribusi atas tingginya angka kejadian bencana banjir, longsor, dan kekeringan di Sulsel,” ungkapnya.
Tutupan hutan di Kabupaten Lutim terus tergerus, setidaknya ada 41 ribu hektare luas tutupan hutan telah beralih fungsi sejak tahun 2009 hingga 2020. Hilangnya fungsi hutan ini merupakan titik awal bencana ekologi terjadi di Lutim,” ungkap
Karst di Sulsel Terancam
Luas area karst di Sulsel yakni 354.233,51 Ha. Karst ini terancam berkurang. Itu karenanya pembangunan dan sektor pertambangan yang kian massif.
Slamet Riyadi mengatakan, karst di Sulsel ini terancam. Apalagi, pemerintah pusat semakin gencar menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dengan luas area yang sangat besar.
“Walhi sebagai lembaga yang taat hukum dan aturan tentu hanya meminta prosedur pertambangan dilakukan secara profesional. Makanya Amdal dan UKL UPL harus tuntas. Meski kita tahu, jika aktivitas ini sudah pasti merusak alam,” ucap Slamet Riadi.
Di Kabupaten Luwu Timur, IUP baru banyak bermunculan. Ada belasan. Yang sudah beroperasi yakni PT Prima Utama Lestari (PUL) di Desa Ussu, Kecamatan Malili Kabupaten Luwu Timur. Dengan luas area 1.563 hektar.
Diantara sekian banyak perusahaan tambang di Sulsel. Yang paling luas areanya memang PT Vale Indonesia dengan luas konsesi seluas 118.017 hektar meliputi Sulawesi Selatan (70.566 hektar), Sulawesi Tengah (22.699 hektar) dan Sulawesi Tenggara (24.752 hektar).
Luas area pertambangan ini bebernya, tentu menggerus sebagian besar hutan di Kabupaten Luwu Timur. Meski begitu, PT Vale Indonesia diketahui paling konsisten dalam menjaga lingkungan hidup. Selama 56 tahun, Danau Matano jernih. Kelestariannya terjaga.
Selain itu, PT Vale juga tak berhenti melakukan reklamasi. Bahkan menghadirkan banyak jenis tanaman endemik. Bulan lalu, saya berkunjung ke nursery atau fasilitas pembibitan yang berada di Taman Kehati Sawerigading Wallacea dengan kapasitas produksi hingga 700.000 bibit per pohon.
Ada banyak tanaman endemik di Nursery PT Vale. Salah satunya, pohon trembesi. Dari sini, Vale melakukan reklamasi. Dari data milik PT Vale, hingga Juni 2024, PT Vale telah membuka lahan tambang seluas 5.761 hektare. Dari area tersebut, sebanyak 3.780 hektare telah direklamasi.
Komitmen penghijauan PT Vale tak berhenti pada area konsesi saja. Rehabilitasi lahan di luar area konsesi dengan penanaman pohon juga dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Rehabilitasi DAS telah dilakukan di 14.630 hektare dari total area seluas 33.092 hektare, tersebar di lima provinsi di Indonesia.
“Perseroan terus berupaya untuk menjaga lingkungan hidup. Tidak sekadar mengejar keuntungan. Tetapi memperhatikan manusia dan planet,” kata Head of Corporate Communications PT Vale, Vanda Kusumaningrum yang juga hadir sebagai narasumber.
Vanda bilang, teknologi dan inovasi menjadi poin penting dalam menjaga kelestarian lingkungan sekitar. Kualitas Danau Matano di Luwu Timur yang terjaga menjadi jawaban perusahaan pada stigma laut merah di industri nikel.
PT Vale, salah satu perusahaan tambang yang telah melakukan pembuktian, bahwa praktik pertambangan nikel di Indonesia yang menerapkan standar Environmental, Social dan Governance (ESG) dapat mewujudkan pertambangan yang bersih, dengan prinsip berkelanjutan.
Untuk mewujudkan hal ini, PT Vale hadir dan mendukung upaya dekarbonisasi dan target net zero emission Indonesia pada tahun 2060. Selain menggunakan kendaraan 100 persen listrik, PT Vale juga mulai mengadopsi bahan bakar yang ramah lingkungan yakni hydrotreated vegetable oil (HVO).
Seluruh upaya yang dilakukan PT Vale Indonesia mendapat apresiasi dari Pemerintah daerah Kabupaten Luwu Timur. Bahkan, perusahaan pertambangan diminta belajar di PT Vale.
Bupati Luwu Timur, Budiman mengatakan PT Vale menjadi perusahaan tambang yang paling konsisten dalam menjaga lingkungan hidup. Perusahaan tambang lainnya di Kabupaten Luwu Timur disarankan belajar di PT Vale.
“Tak hanya konsisten menjaga lingkungan hidup. PT Vale juga memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah,” kata Budiman.
Bahkan PT Vale bebernya, berkontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja lokal. Bahkan, mayoritas tenaga kerjanya berasal dari wilayah pemberdayaan Kabupaten Luwu Timur.
“Kami berharap, semua perusahaan tambang di Luwu Timur memperhatikan lingkungan hidup. Sehingga, alam ini tetap bisa terjaga. Dan ada upaya untuk mencegah terjadinya bencana ekologis,” ungkapnya.
Budiman mengaku, jika kewenangan pemerintah daerah sangat terbatas. Semua kewenangan untuk penerbitan izin usaha pertambangan adanya di pemerintahan pusat.
“70 persen dari luas wilayah ini adalah area hutan. Mayoritas masyarakatnya petani. Bagaimana pertambangan ini hadir untuk kesejahteraan petani,” imbuhnya. (ans)