Oleh: Sitti Mukarramah, SST, M.Keb (Mahasiswa Program Doktor IKM Unhas)
Remaja saat ini diperhadapkan dengan tiga masalah gizi yaitu gizi kurang, gizi lebih dan kekurangan zat gizi mikro. Menurut data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi kejadian anemia remaja putri di Indonesia sebesar 32%.
Anemia pada usia remaja tidak hanya mengakibatkan kelelahan dan penurunan daya tahan tubuh, tetapi juga berdampak negatif pada konsentrasi, kemampuan belajar, dan produktivitas. Anemia yang tidak ditangani pada masa remaja juga membawa risiko jangka panjang, terutama bagi perempuan. Remaja putri yang mengalami anemia berisiko mengalami anemia pada masa kehamilan, yang dapat meningkatkan peluang melahirkan bayi dengan berat lahir rendah serta berkontribusi pada masalah stunting yang menjadi fokus nasional Indonesia saat ini. Oleh karena itu, upaya pencegahan anemia sejak remaja sangat penting sebagai investasi kesehatan jangka panjang untuk generasi mendatang.
Sebuah penelitian mengenai asupan makan dan aktivitas fisik yang dilakukan oleh UNICEF pada tahun 2017 mengungkapkan bahwa aktivitas fisik di sekolah sangat minim, intensitas jarang lebih dari 90 menit dalam sepekan. Selain itu, perubahan pola asupan makanan telah meningkatkan konsumsi lemak dan makanan olahan menjadi dua kali lipat, termasuk konsumsi junk food. Keragaman makanan remaja Indonesia ternyata kurang baik, hanya 25 persen yang mengonsumsi sumber zat besi dan zat gizi mikro penting lain seperti makanan dari sumber hewani dan sayuran.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah melalui program pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) kepada remaja putri, terutama di sekolah-sekolah, sebagai upaya pencegahan anemia berdasarkan Permenkes RI nomor 88 tahun 2014. Program ini, didukung oleh edukasi gizi dan kampanye #AksiBergizi tahun 2018. Upaya pemberian TTD 1 tablet perminggu atau 52 tablet dalam setahun.
Berdasarkan data Survey Kesehatan Indonesia 2023, diperoleh informasi bahwa sebanyak 73,5% remaja putri telah memperoleh TTD, sumber perolehan paling banyak di sekolah yaitu 89,6%. Proporsi alasan utama tidak minum/menghabiskan TTD yang diperoleh dari sekolah pada remaja putri umur 10-19 tahun adalah 7,6% hanya diminum ketika haid, 29,2% karena lupa, 29,7% rasa dan bau tidak enak, 8,2% ada efek samping, 12,8% merasa tidak perlu, 1,0% belum waktunya habis dan 4,1% karena bosan.
Kurangnya tingkat kepatuhan remaja putri dalam mengkonsumsi TTD akan berakibat kegagalan program dan prevalensi anemia tidak mengalami tren penurunan.
Kondisi ini memerlukan perhatian semua pihak, pemerintah, orang tua, guru dan petugas kesehatan dalam upaya meningkatkan kepatuhan dan cakupan konsumsi TTD pada remaja putri guna menurunkan prevalensi anemia melalui distribusi yang lebih merata, edukasi berkelanjutan, dan pengawasan yang ketat. Adapun rekomendasi kebijakan yang kami usulkan antara lain:
- Peningkatan Edukasi Gizi dan Kesadaran Publik
a. Menyediakan program edukasi berkelanjutan bagi remaja putri tentang pentingnya TTD dan pencegahan anemia. Pendekatan edukasi bisa diperkuat melalui media interaktif, seperti permainan edukasi atau aplikasi berbasis digital, serta kampanye #AksiBergizi di sekolah.
b. Menyediakan penghubung antara tujuan komunikasi, remaja sebagai peserta utama, dan keterlibatan mereka dalam pembuatan konten yang inovatif. Desain tersebut menetapkan pesan utama yang spesifik untuk remaja putri dan putra di lingkungan sekolah.
c. Edukasi pentingnya pola makan sehat dan aktifitas fisik melalui tutor sebaya.
d. Edukasi orang tua tentang pentingnya TTD dalam mencegah anemia pada remaja - Orang tua dapat menjadi motivator, educator dan evaluator yang paling dekat dengan remaja putri. Orang tua dapat menjadi pengingat yang tepat dalam meningkatkan ketepatan waktu minum tablet TTD.
- Melibatkan peran guru dan tenaga kesehatan untuk memfasilitasi distribusi dan konsumsi TTD di sekolah. Peningkatan peran ini dapat melalui pelatihan yang diberikan secara berkala, sehingga mereka dapat memberikan informasi yang benar dan membantu mengatasi kendala di lapangan.
- Penguatan Monitoring dan Evaluasi Program
Membentuk sistem pemantauan yang lebih kuat untuk mengevaluasi tingkat kepatuhan konsumsi TTD di sekolah. Data hasil monitoring bisa membantu mengidentifikasi area yang memerlukan intervensi tambahan dan penyesuaian program. Hal ini dapat dilakukan oleh guru, dengan metode yang lebih edukatif dan menyenangkan bagi remaja. - Penyediaan TTD dengan bentuk dan varian rasa yang lebih beragam untuk meningkatkan minat remaja dalam mengkonsumsinya.