English English Indonesian Indonesian
oleh

Teater Sultan Hasanuddin, Keberanian Pemimpin Dibutuhkan Kearifan

FAJAR, MAKASSAR-Pertunjukan teater kepahlawanan “Sultan Hasanuddin – Ayam Jantan dari Timur” karya sekaligus disutradarai oleh Asia Ramli telah sukses digelar di Lapangan Kampus Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar (UNM) pada 26 November 2024, pukul 20.00 WITA. Link Video Pertunjukan

Panggung yang megah berukuran 14 x 11 meter menjadi daya tarik utama, didukung tata artistik set garapan Ishakim dan Brewok yang menyimbolkan dinding-dinding Benteng Somba Opu sebagai latar peristiwa. Unsur modern ditambahkan melalui video mapping animasi karya Dosen Desain Komunikasi Visual FSD UNM, Irfan Arifinvdan Makko Mikki, yang memperkaya visualisasi cerita.

Pertunjukan ini diproduksi oleh Sanggar Seni Teater Kita Makassar sebagai bagian dari program Fasilitasi Bidang Kebudayaan 2024 dari Kementerian Kebudayaan. Sekitar 700 penonton memenuhi lokasi acara, dengan sebagian harus berdiri karena keterbatasan tempat duduk. Suasana malam itu terasa sejuk setelah hujan mengguyur sore harinya.

Acara ini dihadiri berbagai kalangan, termasuk pejabat, dosen, mahasiswa, komunitas budaya dan seni, serta lembaga kemahasiswaan.

Di antara para tamu, terlihat Rektor UNM beserta istri, Dekan FSD UNM beserta istri, perwakilan Kementerian Kebudayaan, serta sejumlah dosen dan budayawan Makassar.

Ketua Pokja Fasilitasi dan Kemitraan BPK XIX, Muhammad Aulia Rakhmat menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan hasil kurasi dari Kementerian Kebudayaan. Sanggar Seni Teater Kita Makassar terpilih untuk memproduksi pertunjukan ini melalui proses seleksi ketat.

Rektor UNM, Prof Karta Jayadi, yang juga merupakan pembina Sanggar Seni Teater Kita Makassar, secara resmi membuka acara tersebut.

Dalam pidatonya, Rektor menekankan pentingnya pertunjukan bertema kepahlawanan seperti ini, terutama bagi generasi muda. Dia menyebutkan bahwa banyak dari generasi yang lahir setelah tahun 2000 kurang mengenal sejarah perjuangan Sultan Hasanuddin.

Melalui pertunjukan ini, generasi muda diajak mengenal kembali semangat juang, keberanian, dan keteguhan Sultan Hasanuddin, yang telah mendapat gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah.

“Pertunjukan ini menjadi pengingat akan pentingnya keberanian yang disertai kearifan dalam memimpin,” jelasnya.

Libatkan Ratusan Pekerja Seni

Pimpinan Produksi Andi Taslim Saputra menjelaskan, pertunjukan ini didukung sekitar 100 pekerja seni yang terdiri dari tim produksi dan tim artistik.

Mengolaborasikan teater, tari, musik, rupa dan video mapping animasi. Naskah yang digarap oleh Ram Prapanca dan Faisal Yunus ini disutradarai Asia Ramli dibantu astrada Alif Anggara.

Tim riset oleh Taslim, Ishakim, Alif, Arga, Salsa, Indra. Dramaturg oleh Bahar Merdhu, Azis Nojeng, Aco Muhammad. Tim artistik oleh Satriadi, Muhaemin, Muh. Muhlis Lugis. Musik digarap oleh Arifin Manggau dibantu asisten Ahmad Nur. Artistik ditata Ishakim dibantu asisten Brewok.

Penata gerak Ridwan Aco dibantu asisten Wahyu Youngdong. Penata kostum/rias oleh Rahmaeni dibantu Salsa dan Nina. Project director animator Irfan Arifin dibantu Harisman dan Muhammad Ridho dari Makkomiki Makassar dan Studio Animasi FSD UNM. Video mapping oleh Devitson Johns Carlos dan Reza Destavianto.

Lighting ditata oleh Sukma Sillanan. Desain grafis oleh Suyudi. Dokumentasi dan publikasi oleh Ilham Aco Kuba, Zon dan Zamzami. Stage manager oleh Djamal Kalam. Penata Sound Suandi Syam. Registrasi oleh A. Risma, Suci, Putri Ayu, Amanda. Para aktor, antara lain Ferdinan memerankan Sultan Hasanuddin, Wahyu Youngdong memerankan Syekh Yusuf, Chaeruddin Hakim memerankan Qadi, Djamal Dilaga memerankan Karaeng Galesong, Indra Kirana memerankan Karaeng Karunrung, Djamal Kalam memerankan Karaeng Bontomarannu, Arga Batara memerankan Daeng Mangalle, Mirza memerankan I Fatimah Daengta Kontu Mirza, Ishakim memerankan Cornelis Speelman, Anjas Wirabuana memerankan Abraham Sterck, Zein memerankan De Vires, Para Tobarani diperankan oleh Muh. Rafli, Ilham, Tebe, Nanang, Pasukan Tombak diperankan oleh Andi, Fadil, Usman, Rahmat, Asrul, Firman, Ariel, Deri, Ainullah, Sahar, Pasukan Balira diperankan oleh Indah Swara, Silva, Molla, Fhirna, Nani, Aini, Wulan Maisarah, Hermin, Nessa, Anna.

Pemusik antara lain Paul, Alif, Ramma, Sul, Dani, Angel, Nadindah, Sizi, Arya, Bicit. Pasukan Gendang antara lain M. Al Amin, Bachtiar, Alwi Yansyah, Firmansyah, M.Asgar, Muzakkir, M.Akbar, Nugie Anugrah, Ahmad Raihan, Lukman, Fayat, Wandi, Dg Ruppa, Wawan, Rayhan, Fatwa, Fadil, Budi, Fadli, Marsyeiq. Pasukan antara lain Silat Dika, Iccang, Pian, Alif, Anti, Sifa, Naila, Nafisah. Pa’Raga dimainkan oleh Aci, M. Hikmal, Rahmat, Kamal, Arifin. Berbagai adegan dimunculkan ke atas panggung dengan ukuran 14 X 11 meter.

Adegan Pertunjukan

Pada babak pertama, tampil adegan seorang perempuan duduk di sudut depan panggung, menyanyikan kisah singkat Sultan Hasanuddin dengan bahasa Makassar. Dikisahkan sejarah singkat Sultan Hasanuddin di masa kecil sampai di masa perjuangannya melawan penjajah VOC.

Mapping video animasi di latar panggung nampak Sultan Hasanuddin di masa kecil sedang belajar agama di Masjid Bontoala. Ada juga gambar-gambar saat latihan pencak silat, sepak raga, permainan tombak, dan permainan balira. Sesekali muncul di latar kapal-kapal VOC, Portugis, dan perahu-perahu Pinisi.

Adegan di atas panggung, muncul tokoh-tokoh yang memerankan Sultan Hasanuddin, Syekh Yusuf, Qadi, Karaeng Galesong, Karaeng Karunrung, Karaeng Bontomarannu, Daeng Mangalle, I Fatimah Daengta Kontu, dan para sahabatnya menuju Mesjid Bontoala untuk belajar agama.

Semua menggunakan kostum muslim warna putih. Adegan ini sangat islamik. Ada zikir dan lantunan ayat suci alquran. hingga semua pemain keluar dari panggung.
Adegan berikutnya, ditampilkan 10 pemain anak-anak kecil (laki-laki dan perempuan) melakukan adegan pencak silat.

Di antara mereka, hanya ada satu orang laki-laki memakai kostum dan passapu merah, yang menadakan sebagai Hasanuddin kecil. Ada juga seorang perempuan kecil memakai memakai kostum hijau yang menandakan sebagai I Fatimah Daengta Kontu di masa kecil. Sedang yang lainnya berkostum hitam.

Usai pencak silat, muncul laki-laki dewasa memainkan sepak raga. Seorang menggunakan kostum dan passapu merah sebagai simbol peran Sultan Hasanuddin. Dilanjutkan dengan adegan pencak silat orang dewasa. Selama hampir 15 menit pada babak pertama ini belum ada dialog. Nanti pada adegan berikutnya yaitu pada saat adegan perdagangan di Pelabuhan Somba Opu/Makassar baru ada dialog. (*)

News Feed