English English Indonesian Indonesian
oleh

Kasus Mahasiswa DO, Unhas Sebut Tak Terkait Demo Pelecehan Seksual di FIB

FAJAR, MAKASSAR-Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar menegaskan bahwa keputusan drop out (DO) mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Alief Gufran, tidak terkait dengan aksi demonstrasi mengecam kekerasan seksual yang melibatkan seorang dosen.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Unhas, Ahmad Bahar, pada Kamis (28/11), menjelaskan, keputusan pemecatan Gufran sudah diproses jauh sebelum kasus pelecehan seksual terhadap mahasiswi FIB menjadi perhatian publik.

Ia menekankan, keputusan tersebut adalah hasil proses panjang yang dilakukan Komisi Disiplin (Komdis).

“Keputusan ini memang kebetulan jatuh setelah yang bersangkutan melakukan aksi demo terkait kekerasan seksual. Namun, kedua peristiwa ini tidak memiliki keterkaitan. Prosesnya di Komdis sudah dimulai sejak Oktober lalu,” ujar Ahmad.

Menurut Ahmad, alasan utama pemecatan Gufran adalah pelanggaran berat, yakni pesta minuman keras di dalam area kampus.

Pelanggaran ini terjadi pada Selasa, 22 Oktober, di mana Gufran dan beberapa mahasiswa lain termasuk mahasiswa dari kampus lain tertangkap basah oleh petugas keamanan kampus.

“Petugas keamanan menemukan sekitar 17 botol bekas minuman keras di lokasi kejadian. Kejadian ini tidak dapat ditoleransi karena terjadi di lingkungan kampus,” kata Ahmad.

Ia juga menjelaskan, keputusan DO merupakan akumulasi dari sejumlah pelanggaran yang dilakukan Gufran secara berulang.

Sebelumnya, Gufran sudah pernah terlibat dalam kasus pesta minuman keras di area kampus. Komdis bahkan telah memberikan sanksi berupa teguran lisan dan tulisan sebagai bentuk pembinaan.

Namun, laporan pelanggaran lain dari fakultas terus muncul. Hal ini menjadi dasar kuat bagi Komdis untuk menjatuhkan sanksi DO kepada mahasiswa jurusan Sastra Indonesia tersebut. “Proses ini sudah mengikuti prosedur yang berlaku di Unhas,” tambah Ahmad.

Ahmad juga menegaskan, tidak ada hubungan antara keputusan DO dan aksi unjuk rasa yang dilakukan Gufran terkait kasus pelecehan seksual.

“Hal ini adalah dua persoalan yang berbeda. Keputusan DO adalah murni karena pelanggaran disiplin berat,” ujarnya.

Unhas berharap klarifikasi ini dapat menjawab spekulasi publik yang mengaitkan keputusan DO Gufran dengan aksi demonstrasi.

Ahmad menekankan bahwa Unhas berkomitmen untuk menjaga integritas dan ketertiban di lingkungan kampus.

Kasus pelecehan seksual yang memicu aksi unjuk rasa tersebut juga tengah diproses oleh pihak kampus. Unhas menyatakan tidak akan mentoleransi segala bentuk pelanggaran, baik oleh mahasiswa maupun tenaga pengajar.

Pembelaan Alief Gufran

Sementara saat di konfirmasi Harian FAJAR, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Alief Gufran mengatakan dirinya selalu Kepala Suku Kosaster Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas).

Saat itu terkait protes terhadap aturan kampus hingga aksi solidaritas untuk kasus kekerasan seksual. Pada Kamis, 26 September, ia menyampaikan protes kepada Mardi Amin, Wakil Dekan (WD) I FIB Unhas, terkait aturan jam malam yang dinilai menghambat kegiatan seni dan intelektual mahasiswa.

“Protes ini saya layangkan melalui WhatsApp setelah latihan malam Kosaster kerap dibatasi oleh satpam kampus,” ucapnya.

Ketegangan berlanjut, Senin, 30 September, ketika lapakan baca dan melukis bebas yang digelar oleh Kosaster dibubarkan oleh satpam. Meski Alief berusaha menjelaskan posisi kelompoknya terkait jam malam, upayanya dibalas dengan tindakan tendensius. Perdebatan serupa sering terjadi sejak Juni hingga Oktober, memperburuk hubungan antara Kosaster dan satpam.

Puncaknya, pada Senin, 21 Oktober, saat Festival Teater Mahasiswa se-Sulselbar digelar, Alief mengajak Wakil Rektor I berdialog tentang aturan jam malam di atas panggung Aula Mattulada.

“Namun, tindakan saya dianggap mengganggu acara, sehingga ia dilaporkan ke Majelis Kehormatan Etik Mahasiswa (MKEM),” ucapnya.

Konflik berlanjut ketika Alief didapati menjamu pegiat seni kampus dengan minuman keras pada 22 Oktober, yang kembali menjadi dasar laporan ke MKEM.

Pada 19 November, Alief Gufran turut menyuarakan protes atas kasus kekerasan seksual yang terjadi di FIB. Dalam aksi ini, ia dan ratusan mahasiswa mendesak keadilan untuk korban dan mendesak agar pelaku dikeluarkan dari kampus.

Dua hari kemudian, pada 21 November, hasil rapat MKEM direkomendasikan ke Dekan FIB, yang akhirnya diteruskan kepada Rektor.

Namun, tanpa pemberitahuan langsung, pada 22 November, Rektor Unhas menandatangani SK pemberhentian Alief Gufran sebagai mahasiswa dengan alasan pelanggaran etik.

“SK ini baru sampai ke saya pada 26 November, setelah disampaikan secara sembunyi-sembunyi oleh salah satu sivitas akademika,” ucapnya.

Pemberhentian ini menuai kontroversi di kalangan mahasiswa dan publik. Banyak yang mempertanyakan transparansi keputusan kampus, sementara dukungan terhadap Alief terus bermunculan dari berbagai pihak yang menilai tindakan tersebut sebagai upaya pembungkaman suara kritis mahasiswa. (wis)

News Feed