FAJAR, JAKARTA–Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menerima 130 laporan dugaan pelanggaran politik uang yang terjadi selama masa tenang dan pemungutan suara dalam Pilkada 2024.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, dalam keterangannya mengungkapkan bahwa laporan-laporan tersebut mencakup dugaan pembagian uang dan materi lainnya yang berpotensi melanggar ketentuan Undang-Undang Pemilihan (UU Pilkada).
Saat ini, Bawaslu mengkaji laporan itu. Jika kajian awal menunjukkan bahwa dugaan pelanggaran memenuhi syarat formil dan material, Bawaslu akan melanjutkan kajian hukum dalam jangka waktu lima hari kalender.
“Peristiwa pembagian uang atau materi lainnya berpotensi dikenakan ketentuan Pasal 187A Undang-Undang Pemilihan (UU Pilkada),” ujar Bagja dikutip dari Info Publik.
Setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberi uang atau materi lainnya untuk memengaruhi pemilih, menurut Bagja dapat dikenakan pidana penjara selama 36 hingga 72 bulan, serta denda sebesar minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar. Menurutnya, baik pihak yang memberi maupun yang menerima uang atau materi dalam konteks ini bisa dikenakan pidana.
“Baik pemberi maupun penerima dipidana,” ujar Bagja, mengingatkan bahwa pelanggaran politik uang merupakan tindakan yang dapat merusak integritas pemilu.
Anggota Bawaslu RI, Puadi, menjelaskan bahwa dugaan pelanggaran politik uang yang dilaporkan terbagi atas dua kategori: pembagian uang dan potensi pembagian uang. Sebagian besar dugaan pelanggaran terjadi pada saat masa tenang, yang merupakan periode sebelum pemungutan suara, dan selama pemungutan suara itu sendiri.