Dokter Spesialis Kelautan merupakan tenaga medis yang memiliki keahlian khusus dalam menangani kesehatan individu yang bekerja di lingkungan kelautan, seperti pelaut, nelayan, penyelam, personel militer angkatan laut, hingga pekerja lepas pantai.
ILHAM WASI, Makassar
Di Indonesia, profesi dokter spesialis kelautan semakin penting mengingat negara kita adalah negara maritim dengan wilayah perairan yang luas dan sektor kelautan yang dominan. Salah satu dokter dalam bidang ini adalah Mayor Laut (K) dr. Suhadi, MKK, SpKL, AIFO-K.
Hingga kini, jumlah dokter spesialis kedokteran kelautan di Indonesia sangat terbatas, hanya sekitar 62 orang dari Sabang hingga Merauke, dengan sebagian di antaranya sudah meninggal. Praktisi aktif yang tersisa diperkirakan tinggal sekitar 50-an orang.
Meskipun begitu, spesialisasi kedokteran kelautan kini mulai lebih berkembang dengan adanya program studi di Universitas Hang Tuah (UHT) Surabaya dan Universitas Mataram (Unram), serta jenjang S2 di Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Airlangga (Unair). Di UHT dan Unram, masing-masing menghasilkan sekitar 10 lulusan setiap angkatan.
Awalnya, dr Suhadi bercita-cita menjadi dokter spesialis neurologi, namun ia memilih kedokteran kelautan setelah menyadari kebutuhan akan penanganan kasus penyakit terkait penyelaman, seperti dekompresi.
“Saya melihat banyak tenaga kesehatan di daerah yang tidak memahami cara menangani penyakit dekompresi, yang mendorong saya mengambil spesialisasi hiperbarik,” ujar penerima Satyalancana Kesetiaan XVI oleh TNI AL tahun 2020 ini.
Dia tambah lagi setelah mengobrol dengan seniornya seorang profesor terkait terbatasnya SDM di bidang tersebut. “Tidak ada lagi yang mau meneruskan sekolah hiperbarik, makanya saya mengambil itu.” paparnya.
Ia juga berbagi pengalaman unik mengenai terapi hiperbarik, yang ia gunakan untuk menyembuhkan pasien. “Ilmu ini banyak, ternyata hanya kurang digali,” tambah dr Suhadi.
Suhadi menceritakan pengalamannya membantu seorang pasien perempuan asal Indonesia yang bersuami warga Prancis. Pasien tersebut sebelumnya dirawat di Prancis setelah menjalani operasi kepala. Saat liburan di Indonesia, istrinya mulai sakit dan demam, bahkan tidak bisa bergerak sama sekali.
Setelah dilakukan pemeriksaan MRI (magnetic resonance imaging), ditemukan bahwa ada udara di kepalanya, dan satu-satunya jalan adalah mengeluarkan udara tersebut. Namun, suaminya tidak setuju jika dilakukan tindakan bedah. Akhirnya, diputuskan untuk memberikan terapi hiperbarik.
“Meskipun secara teori terapi ini kontraindikasi, saya memberikan tekanan antara 3-5 meter. Setelah dimasukkan ke dalam ruang hiperbarik pada kedalaman 5 meter, saya naikkan pelan-pelan. Setelah itu, kakinya mulai bisa bergerak. Pada hari ketiga, istri pasien bisa mulai duduk dan akhirnya berjalan. Alhamdulillah, pasien tersebut berhasil sembuh,” kenangnya.
Awal Karier
Suhadi merupakan dokter lulus UPN “Veteran” Jakarta, Kedokteran Umum tahun 2003. Dia memutuskan bergabung dengan militer pada tahun 2004. Hingga dr Suhadi mulai tertarik mendalami sebagai hiperbarik sejak tahun 2015.
Kala itu dia melanjutkan pendidikan S-2-nya di Universitas Indonesia Kedokteran Kerja Sub Penyelaman dan Hiperbarik hingga dia melanjutkan Spesialis 1 Pengukuhan Kolegium Kedokteran Kelautan Spesialis Kedokteran Kelautan tahun 2021 .
Selain itu, ia juga aktif dalam pengembangan penelitian di bidang kedokteran kelautan, menjabat sebagai Kasubdep KUBT Hyperbaric Center, Departemen Kesehatan Keangkatanlaut (Dep. Kesla) dan Ketua Komite K3RS RSAL dr. Mintohardjo. Setelah itu, ia dipindahkan ke Makassar. “Saya baru empat minggu di Makassar,” jelasnya, yang kini menjabat sebagai Karumkit Jala Ammari Lantamal VI.
Gedung Hyperbaric Chamber RSAL Jala Ammari
Terapi Hiperbarik
Saat ini, terapi hiperbarik atau terapi oksigen hiperbarik (HBOT) yang dilakukan dengan menghirup oksigen 100 persen di dalam ruangan bertekanan tinggi, sudah dia jalankan lagi di RSAL Jala Ammari, Jl Satando, Kec. Ujung Tanah, Kota Makassar. Terapi bisa dilakukan pasien di Gedung Hyperbaric Chamber. Operasinya dari pukul 08.00 Wita untuk sesi pertama dan 09.30 untuk sesi kedua.
Menurutnya, Terapi Oksigen Hiperbarik memiliki banyak manfaat. Secara medis, terapi ini digunakan untuk menangani berbagai kondisi, seperti penyakit penyelaman (Decompression Sickness dan Arterial Gas Embolism) serta keracunan gas (CO, HCN, H₂S).
Selain itu, terapi ini juga berfungsi sebagai penunjang klinis untuk mengobati luka akibat diabetes (Gangren Diabetikum dan Ulkus Diabetikum), gangguan saraf seperti stroke dan neuropati, gangguan telinga seperti telinga berdenging dan tuli mendadak, gangguan keseimbangan seperti vertigo dan migrain, serta penyempitan pembuluh darah di mata. Terapi ini juga efektif untuk menangani luka yang sulit sembuh, termasuk osteomielitis, crush injury, luka bakar, luka pascaoperasi, compartment syndrome, dan kasus transplantasi.
Tidak hanya untuk tujuan medis, terapi ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan secara umum. Beberapa manfaatnya meliputi meningkatkan kadar oksigen dalam tubuh, mempercepat proses pemulihan, dan merangsang produksi kolagen yang mendukung kelenturan serta kecantikan kulit.
Ia pun berharap semakin banyak tenaga medis yang berminat mendalami bidang kedokteran kelautan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Indonesia. “Masih banyak potensi ilmu ini yang belum tergali. Dengan berkembangnya fasilitas dan sumber daya manusia, saya yakin pelayanan kedokteran kelautan akan semakin optimal,” jelasnya. (*)
Biodata
Nama : Mayor Laut (K) dr. Suhadi, M.K.K, Sp.KL, AIFO-K
TTL : Jakarta, 19 Februari 1975
Agama : Islam
Pendidikan:
- Dokter UPN “Veteran” Jakarta Kedokteran Umum 2003
- S-2 Universitas Indonesia Kedokteran Kerja Sub Penyelaman dan Hiperbarik 2015
- Spesialis 1 Pengukuhan Kolegium Kedokteran Kelautan Spesialis Kedokteran Kelautan 2021
Karier Militer
- Dikmapa PK 11 (2004)
- Diksargol (2004)
- Diksargolkes (2004)
- Dikspespakes (2009)
- Dik Aplikasi 2 (2016)
Penghargaan
-Sertifikat Flash Iron 10-01 oleh Kopaska TNI AL 2009
-Satyalancana Kesetiaan XVI oleh TNI AL tahun 2020