Dalam hal risiko siber, OJK mendorong lembaga keuangan untuk memiliki infrastruktur digital yang tangguh dan aman. Langkah ini didukung dengan regulasi seperti POJK 11/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum dan POJK 4/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi. Selain itu, OJK telah merilis Cybersecurity Guidelines dan kode etik penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang terus disempurnakan.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, dalam sambutannya menekankan bahwa GRC merupakan elemen utama dalam strategi pembangunan berkelanjutan. Ia menyoroti perlunya integrasi Environmental, Social, and Governance (ESG) ke dalam strategi bisnis sektor keuangan.
“Setiap keputusan bisnis harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, sosial, dan tata kelola. Selain itu, transformasi digital juga harus diiringi dengan tata kelola yang baik serta kepatuhan terhadap regulasi,” ujar Mahendra.
Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan ESG agar tidak menciptakan praktik greenwashing. Mahendra mengingatkan bahwa keberhasilan hanya dapat dicapai melalui sinergi lintas sektor.
“Regulator, industri, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem keuangan yang berkelanjutan. Forum ini diharapkan menjadi wadah berbagi pengalaman dan merumuskan langkah konkret menuju visi Indonesia Emas 2045 yang berkelanjutan,” imbuhnya.
Risk and Governance Summit 2024 merupakan agenda tahunan yang diselenggarakan OJK untuk memperkuat tata kelola dan integritas di sektor jasa keuangan. Acara ini secara resmi dibuka oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, dan dihadiri oleh tokoh penting seperti Ketua BPK Isma Yatun, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan Hasan Fawzi, dan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo.