FAJAR, MAKASSAR – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Gowa kembali menggelar Sosialisasi Pengawasan Partisipatif menjelang Pemilihan Serentak 2024. Acara ini melibatkan unsur media dan organisasi kepemudaan (OKP) di Kabupaten Gowa dan berlangsung di Hotel Golden Tulip pada Senin (25/11/2024).
Sosialisasi ini menghadirkan dua pemateri, salah satunya Sri Endang Sukarsih, seorang pemerhati perempuan, yang membahas tema “Pilkada Tanpa Kekerasan Berbasis Gender.”
Dalam pemaparannya, Sri Endang menekankan bahwa Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dalam pemilu merupakan segala bentuk kekerasan yang ditujukan kepada individu atau kelompok berdasarkan gender atau identitas gender mereka.
“KBG dalam Pilkada tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga merusak proses demokrasi. Hal ini menghambat partisipasi perempuan dan kelompok minoritas gender,” ujarnya.
Sri pun menjelaskab entuk-bentuk Kekerasan Berbasis Gender dalam Pilkada. Pertama, kekerasan fisik, yaitu tindakan yang melukai atau mengintimidasi secara fisik, seperti pemukulan atau pelecehan langsung terhadap kandidat, pendukung, atau penyelenggara perempuan.
“Contohnya, seorang perempuan pendukung kandidat tertentu bisa mengalami intimidasi atau kekerasan saat berkampanye,” katanya.
Kedua, kerasan verbal dan psikologis.
Berupa penghinaan, ejekan, atau ancaman yang menargetkan individu berdasarkan gender. Bentuk ini sering terjadi di media sosial.
Dia mencontohkan, seorang kandidat perempuan diejek dengan komentar seksis atau diragukan kemampuannya hanya karena ia seorang perempuan.
Ketiga, kekerasan ekonomi, yaitu penolakan akses ke dana kampanye atau sumber daya. Kandidat perempuan sering menghadapi diskriminasi finansial dibandingkan kandidat laki-laki.
Contohnya, kandidat perempuan kesulitan mendapatkan dukungan dana dari partai politik atau donatur.
Keempat, kekerasan seksual dan sextortion. Yaitu pelecehan atau ancaman kekerasan seksual terhadap kandidat, relawan, atau pemilih perempuan.
Kelima, penggunaan eedia sosial untuk menyebarkan hoaks dan fitnah seksis.
Media sosial kerap digunakan untuk menyebarkan rumor atau informasi pribadi yang merusak citra kandidat perempuan.
Keenam, pembatasan ruang gerak oleh keluarga atau masyarakat. Yaitu perempuan sering dibatasi secara budaya atau keluarga dalam berpolitik, misalnya larangan berkampanye malam hari.
Ketutujuh, kekerasan institusional. Yaitu
ketidaksetaraan gender dalam peraturan pemilu atau struktur partai yang tidak ramah perempuan.
*Mengatasi KBG dalam Pilkada
Sri Endang menegaskan perlunya perubahan sistemik, peningkatan kesadaran gender, dan peraturan yang melindungi partisipasi politik yang setara. “Mencegah KBG bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi juga membutuhkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat dan institusi,” tutupnya.
Sosialisasi ini juga menghadirkan mantan Komisioner Bawaslu Sulsel, Azry Yusuf. Dia membawakan materi terkait “Karawanan Money Politic” yang dimoderatori oleh Kordiv Pencegahan, Partai, dan Humas Bawaslu Gowa, Juanto. (mum)