FAJAR, MAKASSAR-Dua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi dan Moh Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad, dinilai belum memberikan perhatian yang signifikan terhadap isu-isu perempuan.
Program yang ditawarkan sejauh ini dianggap belum mampu menjawab kebutuhan mendesak perempuan, seperti peningkatan akses pendidikan, perlindungan dari kekerasan, serta pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas perempuan. Tanpa langkah konkret dan komitmen kuat untuk mendukung perempuan, sulit membayangkan terciptanya pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan di Sulawesi Selatan.
Dewan Pengawas Serikat Perempuan (SP) Anging Mammiri, Musdalifah Jamal, pada Senin (18/11/2024), menyampaikan kritik terhadap visi-misi kedua pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur Sulsel.
Dalam pemaparannya, Musdalifah menilai kedua paslon belum sepenuhnya mengintegrasikan isu perempuan ke dalam program mereka, terutama dalam menghadapi tantangan perubahan iklim, keberlanjutan lingkungan, dan ketahanan ekonomi masyarakat lokal.
Pasangan calon DIA yang mengusung visi “Sulsel Global Food Hub yang Sombere’, Macca, dan Resilient untuk Semua”. Visi ini kata dia, dijabarkan melalui 27 misi strategis.
Dalam rekam jejak Danny saat menjabat di wali kota Makassar yakni, sorotan terkait program Lorong Garden. Program ini, yang awalnya bertujuan untuk adaptasi terhadap perubahan iklim di Makassar, dianggap menimbulkan masalah baru.
“Pertama, perempuan hanya dijadikan target program, bukan penggerak utama. Kedua, pemerintah kota hanya menyiapkan bibit satu kali, setelah itu warga secara mandiri dan bergotong royong—diorganisasi oleh RT/RW—yang mengembangkan program tersebut. Ketahanan atau resilience yang diusung tidak mencerminkan kapasitas Sulsel yang cukup kuat untuk menjalankan konsep ini,” jelas Koordinator Pendidikan Politik Perempuan SP Anging Mammiri ini.
Ia juga mengkritisi visi ketangguhan paslon DIA. “Ketangguhan tidak cukup dilihat dari keberadaan program semata, tetapi sejauh mana kapasitas Sulsel diperkuat untuk mengimplementasikan konsep tersebut,” tambahnya.
Masalah lain juga ditemukan dalam konsep Ekosistem Produksi Pangan Hulu-Hilir yang Berkeadilan. Menurutnya, masalah seperti harga pupuk yang mahal, penyeragaman bibit, harga hasil pertanian yang rendah, alih fungsi lahan, dan sempitnya lahan pertanian masih menjadi kendala.
“Perlu ada solusi konkret untuk menyelesaikan konflik agraria, termasuk jaminan pengakuan hak perempuan petani atas akses, kontrol, dan manfaat sumber daya, serta penyediaan pasar yang mudah diakses,” jelas Musdalifah.
Terkait krisis iklim yang berdampak pada nelayan dan petani, seperti cuaca buruk, banjir rob, kenaikan permukaan air laut, dan kekeringan berkepanjangan, Musdalifah menyarankan agar kebijakan lebih berfokus pada mitigasi dan melibatkan pengetahuan serta pengalaman perempuan dalam perumusannya.
Dalam hal ketahanan air, SP Anging Mammiri menemukan permasalahan serius terkait air bersih di wilayah pesisir Kota Makassar.
“Air bersih sulit dijangkau, harganya mahal, ketersediaannya terbatas, dan fasilitasnya tidak memadai. Perlu langkah konkret yang terukur untuk mengatasi persoalan ini, seperti memastikan ketersediaan air bersih yang murah dan mudah diakses oleh perempuan,” ungkapnya.
Paslon Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi yang mengusung visi “Sulawesi Selatan Maju dan Berkarakter” dianggap kurang responsif terhadap isu perempuan dan aktivis.
Salah satu sorotan adalah proyek PLTA di Seko dan Rampi. Proyek ini dinilai lebih mengutamakan kebutuhan industri daripada kesejahteraan masyarakat lokal.
“Pembangunan jalan di Seko-Rampi hanya mendukung aktivitas alat berat untuk proyek PLTA, bukan untuk kebutuhan masyarakat,” kritiknya.
Ia juga menyoroti proyek-proyek energi seperti geotermal di Bone yang lebih berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam dibandingkan kesejahteraan rakyat.
Musdalifah menambahkan, pembangunan infrastruktur yang tidak dirancang secara inklusif kerap merampas wilayah kelola perempuan.
“Alih-alih memperkuat layanan transportasi, pembangunan infrastruktur sering kali mengorbankan hak perempuan atas tanah dan sumber daya lokal,” pungkasnya.
Gagasan di Debat Cagub
Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan telah menjalani debat publik perdana dengan tema “Peningkatan Kesejahteraan dan Pelayanan Publik yang Aksesibel dan Responsif” di Hotel Four Points, Makassar. Debat yang berlangsung pada Senin, 28 Oktober 2024, ini diikuti oleh dua paslon: nomor urut 1, Moh. Ramdhan Pomanto-Azhar Arsyad (DiA), dan nomor urut 2, Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi (Andalan Hati).
Pada sesi tanya jawab, moderator mengangkat isu perempuan dan perubahan iklim sebagai topik penting yang harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Isu ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan ke-13, yang menekankan pentingnya tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana pemerintah dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim. Dalam konteks ini, moderator bertanya kepada kedua paslon mengenai langkah konkret yang akan mereka lakukan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan ekonomi perempuan di tengah tantangan perubahan iklim yang semakin berat.
Debat publik ini memberikan kesempatan bagi kedua pasangan calon untuk menyampaikan solusi mereka terkait isu-isu strategis yang dihadapi Sulawesi Selatan, termasuk masalah perubahan iklim dan kesejahteraan perempuan.
Cagub Sulsel nomor urut 1, Moh Ramdhan Pomanto, menjelaskan bahwa perubahan iklim disebabkan oleh kenaikan suhu global sebesar 1,4 derajat Celsius, dan seluruh dunia sepakat untuk menahan peningkatan suhu hingga maksimal 1,5 derajat Celsius. Dampak dari kenaikan suhu ini sangat ekstrem, termasuk hujan deras yang tidak terduga, kenaikan permukaan air laut (sea level rise), dan berbagai fenomena alam lainnya. Semua ini disebabkan oleh emisi karbon, seperti asap yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil.
Sebagai solusi, kami memiliki program Dekarbonisasi dan Oksigenisasi. Tidak banyak yang tahu bahwa Indonesia memiliki tiga aset lingkungan utama dengan fungsi yang berbeda: Pohon-pohon darat yang memiliki kemampuan dekarbonisasi tinggi, tetapi oksigenisasi rendah; terumbu karang yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, namun kemampuan dekarbonisasinya rendah; dan mangrove yang unik karena memiliki kemampuan tinggi untuk dekarbonisasi sekaligus oksigenisasi.
Kata dia, di Makassar, kami telah memulai program rehabilitasi mangrove, khususnya di wilayah Lantebung. Selain itu, kami telah mencanangkan gerakan energi hijau, seperti penggantian sumber energi dengan energi terbarukan dan penggunaan kendaraan listrik (EV). Kami juga mengadakan kegiatan besar dengan konsep rendah karbon, seperti salat subuh berjamaah yang melibatkan 15.000 orang tanpa menghasilkan emisi tambahan.
Pengalaman kami di Makassar telah diakui di dunia internasional, dan kami berkolaborasi dengan negara-negara seperti Australia dan Amerika Serikat untuk mendukung dekarbonisasi dan oksigenisasi. Kami optimis bahwa solusi serupa dapat diterapkan di Sulawesi Selatan untuk masa depan yang lebih hijau.
Dalam pemberdayaan, kata Danny, perempuan adalah salah satu kekuatan terbesar dalam masyarakat. Saat ini, perempuan mencakup sekitar 55% dari populasi, menjadikannya kelompok yang dominan. Pemerintah Kota telah mendorong pemberdayaan perempuan melalui program lorong wisata, di mana 90% pelaku kegiatan adalah perempuan.
“Melalui lorong-lorong ini, perempuan menjalankan berbagai kegiatan ekonomi kerakyatan berbasis keberlanjutan, seperti menciptakan ketahanan pangan dan menjalankan ekonomi sirkular,” jelasnya.
“Mereka menanam cabai, memelihara lobster air tawar, dan menghasilkan pendapatan tambahan dari kegiatan tersebut,” paparnya.
“Konsep ini mengintegrasikan perempuan dengan ekonomi rendah karbon. Dengan bekerja di dekat rumah, perempuan tidak hanya dapat menjaga anak dan keluarganya, tetapi juga berkontribusi pada ekonomi rumah tangga. Inilah bentuk nyata pemberdayaan perempuan berbasis keberlanjutan,” ungkapnya.
Sementara itu, pasangan calon nomor urut 2, Fatmawati Rusdi, calon wakil gubernur Sulsel, mengaku sangat memahami perempuan, apalagi dirinya adalah seorang perempuan. Ia mengakui bahwa perempuan memang rentan, baik dalam konteks perubahan iklim maupun tantangan ekonomi. Oleh karena itu, penguatan ekonomi perempuan harus menjadi prioritas.
“Dalam perjalanan saya ke 24 kabupaten/kota, saya bertemu banyak perempuan yang menyampaikan aspirasi dan harapan mereka. Mereka ingin diberdayakan, terutama sebagai kelompok yang rentan. Penguatan ekonomi perempuan harus berbasis pada peningkatan UMKM, bukan sekadar memberikan bantuan stimulan, tetapi juga melalui pendampingan yang komprehensif,” ujar Fatma.
Pendampingan ini mencakup langkah-langkah mulai dari merintis usaha hingga memanfaatkan pemasaran digital. Dengan cara ini, perempuan dapat lebih berdaya secara ekonomi sekaligus berkontribusi dalam pembangunan.
Sekadar diketahui, tujuh panelis turut serta dalam debat tersebut yaitu, Andi Yudha Yunus (Pemerhati Kebijakan Publik dan Aktivis LSM), Adi Suryadi (Dosen Pascasarjana Ilmu Politik dan Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unhas), Mohammad Arif (Sekretaris Pusat Kajian Advokasi dan Bantuan Hukum Universitas Muslim Indonesia), Muh Iqbal Latief (Kepala Pusat Penelitian Opini Publik LPPM Universitas Hasanuddin), Husaimah Husain (Aktivis Perempuan dan Anak), Firdaus Muhammad (Guru Besar Ilmu Komunikasi dan Politik Islam UIN Alauddin Makassar), dan Muhlis Madani (Guru Besar Universitas Muhammadiyah Makassar). Moderator debat yang disiarkan oleh Kompas TV adalah Mysister Tarigan. (*/ham)