FAJAR, BALI– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa total aset dana pensiun di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan India. Per September 2024, total aset dana pensiun Indonesia tercatat sebesar Rp1.500,06 triliun, sedangkan India telah mencapai Rp8.000 triliun. Hal ini menyoroti perlunya upaya strategis untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, menjelaskan bahwa secara populasi, India memang memiliki jumlah penduduk yang jauh lebih besar, yakni 1,44 miliar jiwa, dibandingkan dengan Indonesia yang hanya 275 juta jiwa. Namun, Ogi menyoroti bahwa perbedaan aset dana pensiun ini tidak proporsional. “Penduduk India lima kali lipat dari kita, tetapi akumulasi dana pensiunnya tujuh kali lipat. Ini harus dikejar,” ujarnya usai acara OECD/IOPS/OJK Global Forum on Private Pensions 2024 di Bali, Rabu, 20 November 2024.
Ogi menekankan bahwa peningkatan aset dana pensiun membutuhkan kerja sama berbagai pihak. OJK tidak dapat bekerja sendiri dan memerlukan kontribusi dari sejumlah pemangku kepentingan. Di antaranya, Kementerian Ketenagakerjaan untuk regulasi tenaga kerja, Kementerian Keuangan terkait penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi dana pensiun wajib Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri, serta penguatan dana pensiun sukarela, baik Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) maupun Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).
Ogi juga menyoroti bahwa rendahnya literasi masyarakat tentang dana pensiun menjadi salah satu hambatan utama. Isu ini mencuat saat wacana peningkatan iuran dana pensiun tambahan wajib bagi pekerja swasta dan informal menimbulkan kontroversi. “Ketika iuran dinaikkan, itu sensitif. Kalau naik 1% saja sudah ramai. Maka, perlu edukasi agar perusahaan dan pekerja memahami manfaat dari kontribusi tersebut,” jelasnya.