FAJAR, MAKASSAR — Sebelumnya, sejumlah kelompok organisasi kepemudaan dan ormas melakukan konferensi pers dan mengeluarkan petisi selamatkan demokrasi. Petisi yang berlangsung di Makassar, pada Selasa, 19 November itu meminta Kemendagri memperpanjang cuti Wali Kota Makassar.
Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Andi Cibu Mattingara memberi catatan, mengenai peraturan yang terkait. Misalnya Pasal 70 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengenai masa cuti kampanye.
Termasuk juga Permendagri Nomor 74 Tahun 2016 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara, bagi gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
Juga Edaran Nomor 100.2.1.3/4204/SJ, terkait cuti di luar tanggungan negara (CLTN) bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, yang saat ini masih menjabat dan akan maju kembali pada perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Menurutnya, hal tersebut menjadi catatan dalam perjalanan kontestasi pemilihan kepala daerah. Mengingat, batas cuti khususnya kepala daerah yang maju kembali, berakhir juga setelah masa kampanye ditutup.
“Artinya secara otomatis kepala daerah yang ikut pencalonan akan kembali menduduki posisi sebagaimana mulanya. In bertentangan dengan etika demokrasi, sebab secara politis, meskipun terhitung masa tenang kemudian menduduki jabatan kembali, potensi menyalahgunakan kekuasaannya,” kata Cibu, Rabu, 20 November, malam.
Oleh karena itu, lanjut Cibu, dari berbagai regulasi sampai edaran Mendagri, secara hukum masih memiliki celah atau kekosongan hukum dalam membangun kualitas demokrasi pada pemilihan kepala daerah.