“Mestinya Mendagri mengkaji ulang masa cuti bagi para kepala daerah yang maju kembali, demi mengedepankan kepercayaan publik. Ini sangat penting ditimbang dan dievaluasi, masa cuti harus melewati Pilkada. Kalau Pilkada tanggal 27 November, maka masa cuti berakhir sehari setalah pemungutan suara,” tuturnya.
Ia juga menyampaikan “Dormiunt aliquando leges nunquam moriuntur” yakni hukum kadang-kadang tidur, tetapi tidak pernah mati. Adagium ini sejalan dengan konsep Indonesia menganut negara hukum, maka kewajiban negara-pemerintah selalu menghidupkan hukum.
Termasuk juga menutup semua celah, agar siapa pun tetap terbatasi oleh hukum sebagaimana sifat hukum yang selalu memaksa dan membatasi. Karenanya, dia menilai bahwa ketaatan hukum menjadi cita bersama hukum itu sendiri.
“Ini penting, sebab bagian dari tata cara membangun kualitas dan integritas demokrasi. Pertimbangan etik sangat memungkinkan dilakukan pengkajian ulang demi masa depan demokrasi yang dapat melahirkan pemimpin berkualitas, bukan menggunakan kekuasaannya untuk memenangkan kontestasi,” terangnya.
Cibu mendorong agar Mendagri, DPR, KPU dan Bawaslu, membangun kesepahaman bersama mengenai masa cuti kepala daerah yang ikut dalam pencalonan dan berakhir pasca masa kampanye politik. “Tentu agar tercipta sistem yang sehat dan tanpa celah,” tutupnya. (wid)