Berdasarkan aturan yang ada, piutang yang dapat dihapuskan memiliki kriteria tertentu. Utang yang dihapuskan harus sudah terhenti selama minimal 5 tahun, bukan kredit yang dijamin oleh asuransi, dan tidak terdapat agunan yang bisa dijual atau habis terjual. Nilai pokok utang yang dapat dihapuskan maksimal sebesar Rp500 juta per debitur.
Menurut Darwisman, kebijakan ini penting untuk mencegah terjadinya moral hazard dan memastikan bahwa penghapusan piutang dilakukan secara transparan dan sesuai dengan prinsip tata kelola yang baik. “Langkah ini diharapkan dapat mendorong perbankan untuk lebih hati-hati dalam memberikan kredit, dan mencegah penyaluran kredit kepada debitur yang tidak mampu membayar,” jelasnya.
Darwisman juga menambahkan bahwa kebijakan penghapusan utang macet ini bisa memberikan dampak positif bagi ekonomi di wilayah Sulselbar. Dengan membantu UMKM yang kesulitan dalam membayar utang, maka sektor usaha ini dapat lebih mudah mendapatkan akses ke pembiayaan dan berpotensi berkembang, menciptakan lapangan kerja baru, serta meningkatkan daya saing daerah.
Sebagai langkah lanjut, OJK Sulselbar juga akan melakukan sosialisasi terkait kebijakan ini kepada para pelaku UMKM di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat agar mereka memahami ketentuan yang ada dan dapat memanfaatkan kebijakan ini sebaik-baiknya. OJK akan terus memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan ini secara berkala.
“Kami akan bekerja sama dengan bank dan lembaga keuangan lainnya untuk memastikan bahwa proses penghapusan piutang berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku,” ujarnya.