FAJAR, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kontribusi industri asuransi nasional terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih rendah, yakni kurang dari 5%. Untuk mendorong penetrasi asuransi, OJK berharap pemerintah memproteksi semua Barang Milik Negara (BMN), terutama karena Indonesia termasuk negara dengan risiko bencana alam yang tinggi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyatakan bahwa langkah ini diperlukan untuk melindungi aset-aset negara yang berpotensi mengalami kerusakan akibat bencana. “Pemerintah pusat, daerah, dan kementerian/lembaga memiliki aset berisiko yang seharusnya diasuransikan. Hal ini akan kita kerjasamakan dengan kementerian terkait,” ujar Ogi dalam forum OECD/IOPS/OJK Global di Bali, Selasa, 19 November 2024.
Saat ini, asuransi BMN baru mencakup aset tidak bergerak seperti gedung dan bangunan. Mulai tahun depan, cakupan ini direncanakan diperluas ke aset bergerak, termasuk kendaraan dinas.
Skema Pendataan dan Pembiayaan Premi
Kementerian Keuangan akan mendata seluruh inventaris BMN sebelum menyerahkannya kepada konsorsium asuransi BMN untuk memberikan perlindungan. Premi asuransi akan dibayarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Pemerintah punya prioritas dan anggaran terbatas, sehingga beban premi menjadi tanggungan negara,” tambah Ogi.
Upaya Tingkatkan Kesadaran Asuransi
Selain memperluas cakupan asuransi BMN, OJK terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya asuransi. Menurut Ogi, asuransi di Indonesia masih dianggap sebagai kewajiban, bukan kebutuhan. “Dengan porsi aset asuransi yang masih di bawah 5% dari PDB, kami terus mendorong intensifikasi dan ekstensifikasi asuransi,” pungkasnya.