Oleh: Nur Laily Tri Lestari
Mahasiswa Magang di FAJAR dari Universitas Muhammadiyah Bone
Mammanu’manu’ adalah tradisi adat yang dilakukan oleh masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Tradisi ini umumnya terkait dengan proses peminangan atau lamaran, yang terdiri dari berbagai tahapan sebagai bagian dari persiapan pernikahan. Dalam budaya Bugis, Mammanu’manu’ memiliki makna mendalam, tidak hanya sebagai langkah awal dalam proses pernikahan, tetapi juga sebagai cerminan nilai-nilai sosial dan kehormatan keluarga.
Tradisi ini dilakukan sebelum acara peminangan resmi atau mappettuada. Dalam prosesi ini, perwakilan dari pihak keluarga laki-laki—biasanya seorang yang dituakan atau dipercaya dalam keluarga—datang secara tidak langsung untuk menyampaikan niat pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Perwakilan ini disebut sebagai “pemanusi” atau “pemanusia.” Mereka bertugas mencari informasi awal, seperti memastikan apakah perempuan yang akan dilamar sudah memiliki calon suami atau belum, sekaligus mengetahui tanggapan keluarga perempuan terhadap kemungkinan pernikahan tersebut.
Dalam bahasa Bugis, mammanu’manu’ berarti “berkicau seperti burung.” Filosofi ini tercermin dalam pendekatan tradisi tersebut, di mana perwakilan keluarga laki-laki menyampaikan maksud mereka secara halus dan tidak langsung melalui percakapan santai. Dengan cara ini, maksud pihak laki-laki tersampaikan tanpa memberi tekanan kepada pihak perempuan.
Menurut Muhtar Dg Mappuji, salah satu tokoh masyarakat Bugis, Mammanu’manu’ bukan sekadar proses teknis dalam peminangan, melainkan sarat nilai sosial seperti kehormatan, tata krama, dan rasa saling menghormati. Dalam budaya Bugis, menjaga kehormatan keluarga sangat penting. Oleh karena itu, tradisi ini menjadi cara untuk melindungi martabat kedua keluarga agar tidak ada pihak yang merasa malu atau terhina jika lamaran tidak disetujui.
Apabila tanggapan dari pihak perempuan positif, langkah selanjutnya adalah pertemuan formal untuk membicarakan detail terkait pernikahan. Hal ini mencakup diskusi tentang mas kawin atau uang panaik, yang merupakan elemen penting dalam pernikahan adat Bugis-Makassar. Besaran uang panaik biasanya disesuaikan dengan status sosial dan kemampuan ekonomi pihak laki-laki.
Secara keseluruhan, Mammanu’manu’ mencerminkan kedalaman budaya dan tradisi Bugis-Makassar, yang menempatkan penghormatan, etika, dan keharmonisan sebagai inti hubungan sosial, terutama dalam konteks pernikahan.
Melestarikan tradisi Mammanu’manu’ tidak hanya menjaga warisan budaya yang berharga, tetapi juga memperlihatkan nilai-nilai kehormatan, kesopanan, serta penghormatan terhadap pihak perempuan dan keluarganya dalam proses perjodohan suku Bugis. (*)