Bambang juga menjelaskan bahwa Kemendag akan bekerja sama dengan Satgas Pangan Polri untuk melakukan pengawasan intensif di pasar. Hal guna menertibkan pengecer yang menjual MinyaKita di atas HET.
“Kami akan mengambil tindakan tegas terhadap pengecer yang melanggar aturan HET, termasuk memberikan shock therapy untuk mengembalikan harga sesuai regulasi,” tegasnya.
Kemendag menegaskan bahwa pengawasan dan intervensi akan dilakukan secara bertahap, terutama di 32 daerah prioritas. Langkah ini diharapkan dapat menekan harga MinyaKita kembali ke tingkat HET dan memastikan distribusi yang lebih merata dan efisien. “Dengan upaya ini, pemerintah berharap masyarakat dapat mengakses minyak goreng bersubsidi dengan harga yang terjangkau,” ulasnya.
Pakar Ekonomi dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Abdul Hamid Paddum, melihat bahwa kenaikan harga MinyaKita ini disebabkan oleh kurangnya pengawasan dan regulasi yang jelas. Menurutnya, tujuan awal MinyaKita harus diperjelas, apakah untuk subsidi masyarakat atau untuk menstabilkan harga melalui operasi pasar.
“Jika memang untuk subsidi, harus diatur siapa saja yang bisa membeli. Namun, jika sebagai stabilisasi harga, harus ada aturan khusus. Sayangnya, di lapangan, MinyaKita dijual bebas tanpa aturan resmi, sehingga berlaku hukum pasar,” ujarnya.
Prof Abdul Hamid juga mengingatkan bahwa kenaikan harga MinyaKita dapat memicu inflasi. “Kenaikan harga MinyaKita pasti berdampak pada kenaikan harga barang lain, terutama yang bergantung pada minyak goreng. Ini bentuk cost-push inflation, di mana kenaikan biaya produksi menyebabkan harga barang naik,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa pemerintah perlu mengendalikan harga, terutama menjelang Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, saat kebutuhan pangan meningkat.