Oleh Aswar Hasan
Ada nasihat bijak dengan kata – kata; “Bekerjalah untuk Allah SWT, sejauh kebutuhan engkau kepada-Nya, dan berbuatlah semaumu untuk neraka, sejauh engkau sanggup hidup di dalamnya. Jika ingin maksiat, lakukanlah di tempat yang tidak terlihat Allah SWT,” nasehat ini adalah pengingat yang mendalam dalam mengarungi kehidupan. Kalimat ini mengandung esensi kehidupan yang berorientasi pada nilai spiritualitas, penghambaan, dan kesadaran akan batasan manusia di hadapan Sang Pencipta.
Bekerjalah untuk Allah SWT sepanjang kebutuhanmu kepada-Nya. Manusia adalah makhluk yang penuh keterbatasan. Tidak ada satu pun momen dalam kehidupan di mana kita tidak membutuhkan Allah SWT. Sebagai pemberi kehidupan, rezeki, dan segala nikmat, Allah selalu hadir dalam setiap langkah kita. Karena itu, nasehat ini menegaskan bahwa usaha kita dalam bekerja, baik itu dalam ibadah maupun aktivitas duniawi, seharusnya selalu diarahkan untuk meraih ridha Allah.
Sayangnya, manusia seringkali terjebak dalam rutinitas duniawi, mengejar materi, jabatan, atau penghormatan. Namun, pada akhirnya, apa pun yang ia kejar di dunia ini adalah fana. Dengan menyadari kebutuhan kita yang terus-menerus kepada Allah, kita akan terdorong untuk menjadikan setiap aktivitas sebagai ibadah, baik melalui pekerjaan profesional, membantu sesama, terutama dalam mendidik diri sendiri agar semakin dekat kepada-Nya.
Sementara itu, kita juga patut memerhatikan nasehat yang menyatakan; “Berbuatlah semaumu untuk Neraka, sejauh engkau mampu hidup di dalamnya”.
Kalimat ini, adalah peringatan yang mengajarkan manusia untuk merenungkan tindakan mereka sebelum terlambat. Pesan ini tidak hanya mengajak kita berpikir tentang dosa, tetapi juga menantang kita memahami batas kemampuan dan keberanian dalam menghadapi segala akibat dari perbuatan kita.
Kita seringkali merasa bebas melakukan apa pun, bahkan yang melanggar aturan agama atau moral. Namun, kebebasan itu selalu datang dengan tanggung jawab. Neraka adalah simbol konsekuensi dari setiap pelanggaran terhadap perintah Allah SWT, dan peringatan ini menantang logika manusia: Jika merasa kuat menanggung siksa neraka, silakan berbuat dosa sepuasnya. Namun, siapakah manusia yang mampu hidup di neraka? Bahkan luka kecil atau panas terik matahari sudah cukup membuat kita mengeluh. Neraka, yang digambarkan penuh api yang berkobar dan siksa tiada henti, adalah tempat yang tidak mungkin ditanggung oleh makhluk fana seperti kita. Maka, kalimat ini seharusnya menjadi alarm yang keras, bahwa Jangan pernah menganggap enteng dosa atau merasa mampu lolos dari hukuman Allah.
Ketika seseorang hendak melakukan dosa, ia seringkali mengabaikan dua hal: pandangan Allah Swt yang selalu mengawasi dan dampak jangka panjang dari tindakannya. Pesan ini adalah teguran yang bermakna jika seseorang merasa berani menentang Allah, ia harus siap menghadapi siksa-Nya. Tapi pada hakekatnya tidak ada manusia yang mampu bertahan, bahkan untuk sesaat, di dalam neraka.
Peringatan tersebut menekankan pentingnya introspeksi diri. Sebelum melakukan sesuatu, tanyakan pada diri sendiri dulu, Apakah saya benar-benar mampu bertanggung jawab atas dosa ini? Jika tidak, maka mengapa melakukannya?
Nasihat ini bukan sekadar peringatan, tetapi juga motivasi untuk menjauhkan diri dari segala keburukan. Ketakutan terhadap neraka seharusnya tidak membuat kita menyerah pada keputusasaan, tetapi justru memacu kita untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Allah SWT adalah Maha Pengampun. Selama kita masih hidup, pintu taubat selalu terbuka, dan setiap langkah menjauhi dosa adalah langkah menuju keselamatan.
Sebagai kesimpulan, pesan ini mengajarkan keseimbangan antara kesadaran akan konsekuensi dosa dan tanggung jawab untuk menjauhinya. Manusia adalah makhluk lemah yang tidak mampu menanggung siksaan neraka. Maka, daripada berbuat dosa dan menghadapi akibatnya, lebih baik kita mengarahkan hidup untuk mendekat kepada Allah SWT, yang kasih sayang-Nya jauh lebih besar daripada murka-Nya.
Hidup dengan kesadaran ini bukan hanya menyelamatkan kita dari siksa di akhirat, tetapi juga membawa ketenangan dan kebahagiaan sejati di dunia. Jadikanlah setiap langkah kita sebagai bentuk syukur dan ibadah kepada Allah SWT, agar kita terhindar dari jalan menuju neraka yang penuh derita. Wallahu a’lam bisawwabe.