“Kami ingin semua unsur di rumah sakit, terutama di Sulselbar, proaktif dalam menegakkan etika, disiplin profesi, memberikan komunikasi yang baik, dan taat hukum,” ungkapnya.
Ia berharap kegiatan ini menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab para tenaga kesehatan.
Di akhir acara, Prof Syafri menegaskan kembali bahwa pelaksanaan simposium dan workshop ini diharapkan mampu menciptakan perubahan positif dalam pelayanan kesehatan.
“Ini ajang untuk mensosialisasikan empat pilar penting yang menjadi landasan dalam pelayanan kesehatan,” katanya.
Dengan partisipasi aktif dari tenaga kesehatan, ia optimistis bahwa transformasi pelayanan kesehatan yang lebih berkualitas dapat tercapai di seluruh Sulselbar.
Ketua Umum Makersi, Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto menyebutkan bahwa ada beberapa laporan mengenai pelanggaran etika dan disiplin yang masuk ke Makersi.
Namun pihaknya lebih mengutamakan penyelesaian masalah secara internal di rumah sakit, sebelum berlanjut ke ranah hukum. Kode etik dan tata laksana rumah sakit adalah alat yang cukup kuat untuk menyelesaikan banyak konflik yang muncul.
“Kami salut, RSWS Makassar memiliki banyak ahli yang dapat bertindak sebagai konsultan dalam menangani masalah-masalah tersebut. Ini dapat menjadi contoh bagi rumah sakit lain di Indonesia dalam mengedepankan penyelesaian berbasis etika dan tata kelola yang baik,” ungkapnya.
Simposium dan workshop ini juga menyoroti pentingnya komunikasi yang efektif antara tenaga kesehatan dan pasien. Komunikasi yang baik diharapkan dapat mengurangi potensi konflik dan meningkatkan kepercayaan pasien terhadap layanan yang diberikan.