English English Indonesian Indonesian
oleh

DARI ITU KE ITU

Pagi, saya sudah di depan televisi (tv) menyimak berita pagi. Menunggu ada berita baru dan terbaru. Ada berita baru, berita kriminal. Juga berita baru lainnya. Kriminal yang berbeda. Coba pindah ke saluran tv lainnya. Ada berita bukan baru. Yaitu, berita kriminal yang tadi saya lihat di tv sebelumnya. Peristiwa kriminal itu rupanya disiarkan secara serempak oleh tv-tv nasional. Pindah ke tv lain, itu-itu juga berita barunya, kriminal.

Ada berita anak diculik. Ibu bunuh diri mengikutkan anaknya mati. Suami membunuh istri. Mayat tidak dikenal ditemukan. Bayi sudah meninggal dibuang. Bau tak sedap tercium warga ternyata ada mayat di satu rumah yang diduga sudah meninggal beberapa hari lalu. Berita-berita itu tersiar di tv-tv.
Berita kriminal itu masih bisa ditonton besok meskipun sudah disiarkan beberapa kali di hari itu (pagi, siang, sore dan malam). Bahkan lusa, berita itu diberitakan lagi.

Apalagi kalau berita politik. Tentang tokoh pemerintahan. Tentang tokoh partai politik. Tentang tokoh yang berbicara tentang politik. Dan, tentang pernyataan-pernyataan politik oleh berbagai orang, termasuk orang yang dikenal bukan dari kalangan atau lingkungan politik. Misalnya, pedagang pasar diwawancara tentang politik, lalu pernyataannya disiarkan.

Nah, kalau berita itu tentang menteri, tentang orang DPR, apalagi tentang presiden, pastilah berita itu disiarkan dari pagi hingga malam hari. Besok diulang lagi di berita pagi. Di ulang di berita malam. Bisa beberapa hari disiarkan dengan latar yang itu-itu juga.

Ya, yang itu-itu juga. Karena berita tokoh dan pernyataannya dibawa ke forum macam-macam di tv-tv. Forum tv yang menghadirkan narasumber yang berkomentar, berdiskusi, dan berdebat tentang pernyataan tokoh yang menjadi berita.

Demikianlah ruang publik kita dikuasai oleh wacana tv-tv yang topiknya itu-itu juga. Wacana yang itu-itu saja memengaruhi pula netizen kita di media sosial (medsos). Netizen, warga medsos menggiring berita tv-tv melebar dan meluas hingga bergeser tanpa disadari ke topik yang berbeda. Topik yang berbeda itu pun dikomentari secara beraneka ragam. Lalu diteruskan dan dishare tak terbendung lagi. Topik yang sudah melenceng dari aslinya bisa lebih ramai dan heboh perbincangannya di medsos.

Itulah kita, atau saya saja, anda tidak. Terperangkap dari berita atau isu yang dari itu ke itu saja. Akibatnya, karena dari itu ke itu saja, ada pegawai kehilangan fokus dari pekerjaannya. Mahasiswa asyik dari isu dari itu ke itu saja. Tidak fokus ke studinya. Pedagang tidak fokus ke dagangannya. Orang-orang tersesat oleh berita yang itu-itu saja.

Berita temuan inovatif nyaris tiada. Kegiatan penelitian tidak menarik, sekiranya pun ada. Pendidikan berkualitas bukan sesuatu yang penting. Yang penting “aku adalah “penerus” atau “penshare” isu/berita yang paling awal. Dan itu melahirkan kesombongan. Berita yang disiarkan yang itu-itu saja tidak memacu kita menjadi bangsa yang maju. Kesombongan itu bertambah² sebanyak berapa kali berita itu diulang terus dari itu ke itu!

News Feed