English English Indonesian Indonesian
oleh

Bawaslu Telusuri Video Perangkat Desa yang Dukung Kotak Kosong di Maros

FAJAR, MAROS — Beredar video pria yang diduga terang-terangan mendukung kotak kosong di media sosial.

Dalam video berdurasi 26 detik itu tampak seorang lelaki yang menggunakan baju kaos putih bertuliskan kotak kosong itu menyuarakan dukungannya pada kotak kosong jelang Pilkada 2024.

Belakangan diketahui pria itu salah satu Kepala Dusun di Desa Bonto Tallasa, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros.

“Saya kepala Dusun Banyo, mendukung kotak kosong, kotak kosong bos! Saya ini antek-anteknya Haji Hatta. Pembangunan, masyarakat butuh pembangunan, kesehahteraan bukan even atau konser, buat apa?,” ungkapnya dalam video berdurasi 26 detik.

Dikonfirmasi terpisah, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Maros, Gazali Hadis mengatakan akan menelusuri terkait video viral itu.

“Pengawas pemilu akan meminta keterangan kepada pihak-pihak terkait, tapi tidak melalui mekanisme undangan melainkan, kami yang akan temui,” jelasnya.

Dia mengatakan pada dasarnya perangkat desa dilarang untuk ikut serta atau terlibat kampanye pada pemilihan kepala daerah.

“Hal ini tertuang dalam undang-undang desa, larangannya terkait kampanye di Pasal 51 huruf J,” sebutnya.

Selanjutnya, untuk ketentuan sanksi akan diberikan langsung oleh pemerintah desa setempat.

“Pihak desa yang akan memberikan sanksi, Bawaslu hanya meneruskan ke instansi yang berwenang/terkait,” katanya.

Sedangkan, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Idrus menjelaskan kalau perangkat desa itu tidak diperkenankan untuk mengikuti kampanye.

“Tapi hal ini yang banyak tidak dipahami, padahal mereka masuk kategori perangkat desa,” katanya.

Hal ini juga tertuang dalam undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa.

“Dalam pasal 51 ditegaskan bahwa perangkat desa dilarang ikut atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan kepala daerah,” sebutnya.

Kalau terbukti, kata dia, jika merunut pasal 54 ayat 1 maka perangkat desa tersebut dikenakan sanksi administratif berupa teguran lisan dan atau teguran tertulis.

Selanjutnya pada ayat 2 jika sanksi admistratif tidak dilaksanakan, maka dilakukan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Kemudian juga terdapat sanksi yang tertuang di pasal 494 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum.

“Dapat dipidana dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp12 juta,” katanya.(rin)

News Feed