“Bandar mengincar masyarakat kita dari kalangan menengah ke bawah dengan memainkan sisi psikologi mereka. Pertama dibuat menang, setelah itu uangnya dikuras. Banyak masyarakat yang akhirnya terjerat utang atau pinjol akibat judol ini,” papar Abdullah.
Tak kalah serius, menurut Abdullah, adalah bagaimana judol yang banyak dikemas seperti permainan games online menjadi ancaman untuk generasi muda penerus bangsa.
Berdasarkan laporan PPATK, anak terpapar judi online di Indonesia telah meningkat sampai 300%. Bahkan sepanjang tahun ini, PPATK melaporkan lebih dari 197.000 anak terlibat judol. Anak-anak yang terpapar judi online berada di rentang usia 11-19 tahun.
“Makanya saya bilang judol ini sudah masuk dalam extraordinary crime karena telah merampas hak-hak anak,” tukas Abdullah.
Extraordinary crime atau kejahatan luar biasa sendiri memang merupakan suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan hak asasi manusia. Abdullah mengatakan, salah satu hak yang dirampas akibat judol ini dirasakan oleh anak-anak.
Alasannya, mungkin uang yang seharusnya untuk dana pendidikan anak dan pemenuhan gizi mereka, akhirnya dipakai oleh orang tua untuk judi online. (amr)